Kenali Karakteristik Tanah Surabaya, Minimalkan Dampak Gempa

| 17 Oct 2018 18:11
 Kenali Karakteristik Tanah Surabaya, Minimalkan Dampak Gempa
Tugu Pahlawan, Surabaya (Pixabay)
Jakarta, era.id -Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim (PSKBPI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melakukan penelitiian terhadap dua patahan aktif yang dirilis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) September 2017. 

Langkah ini dilakukan untuk mengamati potensi gempa di Surabaya setelah berkaca dari bencana alam di Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, dan Situbondo beberapa waktu lalu.

Salah satu penelitinya, Amien Widodo--dosen Teknik Geofisika ITS--menjelaskan, tujuan penelitian ini untuk sarana mitigasi agar bisa menekan kerugian baik materiil ataupun nonmateriil akibat gempa.

"Dengan adanya data seperti ini, kita harus memetakan dampak akibat gempa yang dihasilkan," ungkap Amien dilansir dari its.ac.id, Rabu (17/10/2018).

Kedua patahan itu yakni patahan Surabaya dan patahan Waru. Patahan Surabaya meliputi kawasan Keputih hingga Cerme. Sedangkan patahan Waru yang lebih panjang lagi melewati Rungkut, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Saradan, bahkan sampai Cepu. 

Amien menyampaikan, selain dipengaruhi kuat oleh struktur bangunan, kondisi tanah juga menjadi parameter untuk melihat efek yang ditimbulkan oleh gempa. Sebab, tanah memiliki karakteristik yang berbeda saat dikenai beban gempa tersebut. 

"Tanah memiliki karakter sendiri saat terkena gempa, mereka bisa saja mengalami likuifaksi ataupun amplifikasi," paparnya.

Pria dengan bidang keahlian Geologi Bahaya itu menuturkan, likuifaksi merupakan peristiwa yang terjadi pada tanah yang memiliki lapisan pasir. Di dalam tanah tersebut terdapat air dalam kondisi jenuh yang kemudian akan mendorong ke atas dan mengakibatkan pasir dan air langsung keluar. 

"Air itu menjadi bertekanan saat terkena beban gempa," kata dia.

(Ilustrasi dari its.ac.id)

Lebih lanjut, Kepala Laboratorium Geofisika Teknik dan Lingkungan ini mengungkapkan, untuk kawasan Surabaya Timur dan Utara, yang jenis tanahnya berupa endapan rawa, lebih berpotensi untuk mengalami amplifikasi. 

Di mana amplifikasi tersebut merambat melalui tanah yang lunak dan menghasilkan amplitudo yang besar. Pembesaran ini yang nantinya akan memengaruhi energi dari gempa tersebut. 

"Dengan kata lain kekuatannya akan berlipat beberapa kali," kata dia.

 

Tapi tenang, tidak usah takut dengan temuan ini. Amien menyebutkan, pemadatan tanah bisa menjadi salah satu hal yang solutif untuk dilakukan untuk menghadapi ini. 

Selain itu, penggunaan fondasi tiang pancang pada bangunan bertingkat juga bisa dilakukan untuk mengurangi dampak dari amplifikasi. 

"Sebenarnya sudah banyak yang tahu kalau kualitas tanah di Surabaya kurang baik, hal itu terlihat dari tingginya pengerukan tanah sebelum membuat bangunan," ungkap pria asal Yogyakarta tersebut.

Dalam penelitian yang masih berlanjut ini, ia menambahkan, masih ada kemungkinan terjadinya likuifaksi di wilayah Surabaya. Hal ini karena selain endapan rawa juga terdapat tanah yang berjenis endapan pasir pantai. 

Namun, diakuinya, untuk rincian luas tanah yang terdampak masih belum bisa ditentukan karena penelitian tanah yang berlangsung sifatnya hanya memindai lapisan.

"Kalau dilanjutkan dengan melakukan pengeboran bisa dilihat berapa luas tanah yang berpasir dan sebagainya," kata dia. 

Rekomendasi