Yang terbaru soal politik genderuwo. Sebuah perumpamaan yang mengerikan. Apalagi jika merujuk KBBI, genderuwo adalah hantu yang konon serupa manusia yang tinggi besar dan berbulu tebal. Di depan warga Tegal, capres petahana ini minta masyarakat tak terpengaruh dengan politikus yang gemar menebar ketakutan.
"Cara-cara seperti ini adalah cara-cara politik yang tidak beretika. Masak masyarakatnya sendiri dibuat ketakutan? Nggak benar kan? itu sering saya sampaikan itu namanya politik genderuwo, nakut-nakuti," kata Jokowi di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Jumat (8/11/2018).
Ini bukan kali pertama sebenarnya Presiden Jokowi menyindir sejumlah elit politik yang dianggapnya memecah belah bangsa demi kepentingan Pemilu 2019. Jokowi heran kalau ada pihak yang menghubungkan kebijakan pemerintah dengan urusan politik. Padahal, kehidupan masyarakat tidak hanya bermuatan politik, melainkan sosial, ekonomi, dan budaya.
"Itulah kepandaian para politikus. Memengaruhi masyarakat. Hati-hati. Memang banyak politikus yang baik-baik. Tapi juga banyak sekali politikus yang 'sontoloyo'. Saya ngomong apa adanya saja," ujar Jokowi.
Ilustrasi genderuwo (Arno/era.id)
Jadi puncak kemarahan Jokowi
Pengamat Politik dari Lembaga Analisis Politik Indonesia, Maksimus Ramses Lalongkoe bilang, ungkapan politik genderuwo dan politikus sontoloyo dari Presiden Jokowi itu adalah ungkapan kemarahan. Menurut Maksimus, kemarahan Jokowi ini dinilai wajar karena maraknya isu politik berdasarkan berita hoaks dan memutarbalikan fakta.
"Artinya di era kepemimpinan Pak Jokowi ini, hampir begitu banyak informasi hoaks baik disampaikan oleh masyarakat biasa atau kalangan elit. Mungkin saja, ini puncak kemarahan beliau sebagai seorang presiden sehingga menyebut janganlah menjadi politisi sontoloyo atau menggunakan politik genderuwo," kata Maksimus saat dihubungi era.id, Jumat (9/11/2018).
Pengamat politik Universitas Mercubuana ini juga menilai, wajar kalau Jokowi mengatakan itu dan bukan cenderung reaksi yang berlebihan. Salah satu tugasnya sebagai presiden untuk mengingatkan masyarakat agar tak termakan berita bohong yang berpotensi merusak persatuan.
"Memang sebagai seorang presiden, dia memberikan pandangan positif pada masyarakat, pada elit. Supaya mereka menyampaikan informasi yang benar, sesuai dengan faktanya. Jadi menurut saya ini biasa saja," ungkapnya.
Maksimus juga mengungkapkan, ucapan semacam ini tak akan menjadi bumerang bagi Jokowi dan pasangannya di Pilpres 2019. Sebab, apa yang disampaikannya itu sesuai fakta dan realita politik. Namun, Jokowi harus berhati-hati karena ucapannya ini berpotensi menjadi mainan politik bagi kubu penantangnya.
"Saya kira enggak terlalu pengaruh negatif lah dari apa yang dia ucapkan. Toh, fakta dan realita politik kita kan juga memang seperti itu. Bukan Jokowi saja yang mengatakan seperti itu, saya kira banyak juga orang yang kesal dengan sesuatu yang berkaitan dengan banyak orang dan mengucapkan sontoloyo itu juga," ujar Maksimus.
"Jadi menurut saya enggak pengaruh signifikan paling jadi mainan lawan politiknya," tutupnya.