Teknologi yang Bantu Jaga Harapan Hidup Para Bayi

| 11 Nov 2018 16:20
Teknologi yang Bantu Jaga Harapan Hidup Para Bayi
Ilustrasi (Pixabay)
Jakarta, era.id - Direktur Utama RSUD Ulin Banjarmasin, dr Suciati mengatakan penemuan alat bantu pernapasan bayi oleh tim medis RSUD Ulin terbukti mampu mengurangi angka kematian bayi.

Menurut Suciati di Banjarmasin, Minggu (11/11/2018), data 2008 menunjukkan, sejak alat itu diciptakan telah mampu menurunkan angka kematan bayi akibat gawat napas dari 15 persen menjadi 9 persen pada 2014.

Penemuan tersebut, masuk dalam Daftar Top 40 Inovasi Pelayanan Publik 2018 melalui Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) No. 636/2018.

Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor berharap penemuan alat bantu napas oleh tim medis Rumah Sakit Ulin Banjarmasin tersebut, bisa terus dikembangkan untuk menekan angka kematian bayi akibat gawat napas.

Menurut Gubernur, pemerintah provinsi sangat bangga dengan keberhasilan RSUD Ulin Banjarmasin masuk dalam daftar Top 40 Inovasi Pelayanan Publik dari Kementerian PAN-RB.

"Saya harap, penemuan tersebut, akan mampu mengurangi angka kematian bayi di Kalsel," katanya.

Sebelumnya, Gubernur Kalsel, menerima penghargaan dari Wapres HM Jusuf Kalla, karena penemuan alat bantu napas alternatif bagi bayi atau dikenal dengan istilah Babies Respiratory Distrees Recovery Deviece (BIRD).

Gubernur berharap, penghargaan tersebut,akan mampu memacu perangkat daerah, untuk terus melahirkan karya- karya besar untuk rakyat.

Menurut Gubernur, ia sangat menghargai inovasi dan yang dihasilkan instansi daerah, kendati karya yang dilahirkan tergolong sederhana namun bermanfaat untuk rakyat.

"Saya juga sangat bangga dan mengapresiasi inovasi tersebut," katanya.

Penemu inovasi alat bantu pernapasan bayi dr Ari Yunanto SpA mengatakan, inovasi tersebut berawal dari keprihatinannya terhadap angka kematian bayi akibat gawat napas.

Menurut dia, tiga penyebab kematian utama pada bayi di Kalsel, yakni gawat napas, infeksi, berat lahir rendah atau premature. Gawat nafas merupakan salah satu penyumbang terbesar angka kematian bayi.

Sementara, tambah dia, alat bantu napas yang dapat memberikan tekanan positif yang terus menerus atau "continuous positve airway pressure" (CPAP), jumlahnya sangat terbatas.

"Jumlah CPAP di rumah sakit atau puskesmas - puskesmas kabupaten/kota Kalsel, sangat terbatas," katanya.

Menurut dia, alat bantu pernapasan bayi yang dijual di pasaran harganya cukup mahal, yakni Rp91.763.000. Faktor mahalnya alat CPAP inilah hingga menyebabkan mengapa rumah sakit kabupaten/kota atau puskesmas kekurangan alat ini.

"Sementara ibu hamil yang melahirkan dan harus mendapat pertolongan, jumlahnya tidak bisa diprediksi," katanya.

Teknologi pembuatannya sangat sederhana, yakni dengan cara memodifikasi peralatan yang ada menjadi sebuah alat bantu pernapasan bayi. Bahkan kalau dirupiahkan, satu alat yang dibuat hanya mengeluarkan biaya Rp280.000.

Sementara keunggulannya, mudah dalam pengunaannya. Karena alat ini hasil modifikasi dari alat medis yang se hari-hari digunakan dokter atau perawat dalam membantu proses persalinan.

Tags : kesehatan
Rekomendasi