Bagi Karding, pernyataan SBY ini membuktikan adanya keretakan pada Koalisi Adil Makmur pendukung capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Pasangan ini didukung oleh Partai Gerindra, PKS, PAN, Partai Demokrat dan Partai Berkarya.
"Dosis keretakan Koalisi Adil Makmur itu sudah dikatakan sudah sangat berbahaya dan parah. Kalau tweet semacam itu disampaikan oleh pucuk pimpinan tertinggi dan tokohnya Demokrat artinya saya menduga sudah dosis yang luar biasa," kata Karding kepada wartawan, Jumat (16/11/2018).
Anggota Komisi III DPR Fraksi PKB ini menerangkan, dirinya tak ingin membahas soal internal diantara koalisi itu, namun, menurutnya koalisi ini sudah bermasalah sejak awal.
"Koalisi ini memang sejak awal dapat dikatakan sudah bermasalah, ya adanya istilah mahar jenderal kardus dan seterusnya," jelas Karding.
"Kedua, diperparah oleh ketidakcanggihan Partai Gerindra yang sesungguhnya cukup dengan dicalonkannya Pak Prabowo itu sudah dahsyat karena kemungkinan akan mendapatkan efek ekor jas. Tetapi, kan yang dipasang untuk wakilnya juga Gerindra itu namanya Sandiaga Uno walaupun pura pura keluar itu kan, orang juga semua tahu," imbuhnya.
Karding menilai, koalisi pengusung Prabowo-Sandiaga ini juga tak proposional. Sebab, hampir semua jabatan strategis dalam Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno itu dipegang oleh Partai Gerindra. Sehingga, partai pengusung lain seperti Demokrat, PAN, PKS dan Partai Berkarya kurang terlihat dalam tim itu.
"Seluruh partai ini dalam hampir dua bulan koalisi mereka sudah pernah hampir semua mengeluh soal komunikasi. PKS juga mengeluh, PAN pernah mengeluh dan Demokrat juga pernah mengeluh. Sesungguhnya menujukkan bahwa koalisi ini sedang retak dan dianggap bahwa hanya Gerindra lah yang ingin mengambil keuntungan sendiri," ungkapnya.
Karding kemudian membandingkan Koalisi Adil Makmur pengusung Prabowo-Sandiaga dengan Koalisi Indonesia Kerja (KIK) pengusung Jokowi-Ma'ruf. Menurut Ketua DPP PKB ini, dalam koalisi ini semua partai berusaha membantu satu sama lain untuk membesarkan capres-cawapres.
"Kalau di kami (Koalisi Indonesia Kerja), kami berusaha seluruh partai-partai lain dalam kondisi besar bersama. Dari situlah kami menyusun strategi gimana caranya, kita menyadari ada efek ekor jas," jelas Karding.
Hal senada juga disampaikan oleh Arsul Sani yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin. Menurutnya, soliditas partai dalam Koalisi Indonesia Kerja jauh lebih baik dibanding partai dalam Koalisi Adil Makmur yang jadi pengusung Prabowo-Sandiaga.
Menurut Sekjen PPP ini, partai pengusung Prabowo-Sandiaga kini makin terbuka menunjukkan kepada publik soal sikap mereka yang setengah hati memenangkan pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 itu. Apalagi soal coattail effect jadi masalah yang serius bagi kubu oposisi.
Ini tentu sangat berbanding terbalik dengan Koalisi Indonesia Kerja (KIK) yang hingga kini solid untuk memenangkan paslon nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin. Disampaikan Arsul, koalisi ini terus membagi tugas antar satu partai dengan partai lain. Selain itu, Jokowi sebagai capres juga sangat memperhatikan partai koalisi pengusungnya.
"Pertama kami berbagi peran. Tidak ada partai KIK yg monopoli Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin. Kedua, Pak Jokowinya adil dalam memperhatikan partai pengusungnya. Semua acara dan konsolidasinya dihadiri, enggak peduli partai besar-kecil, parlemen atau non parlemen. Ketiga, ya diantara kami enggak ada isu mahar atau kardus uang," tutup Arsul.