Kritikan pedas terlontar dari mulut Xie Zhenhua, menteri yang memimpin delegasi China saat perhelatan negosiasi mengenai iklim di PBB. Negosiasi itu dalam rangka menentukan kembali kesepakatan Paris 2015 yang mendorong negara-negara maju untuk mereduksi emisi karbon dioksida yang mulai berlaku efektif pada 2020.
"Negara berkembang tidak nyaman atau bahagia. (Kita perlu) melihat apakah negara-negara maju telah menghormati komitmennya. Beberapa negara masih belum memulai upaya mitigasi mereka, atau memberikan dukungan finansial kepada (negara-negara miskin). Kami sangat mendesak mereka untuk membayar hutang mereka," kata Xie kepada wartawan. Dinukil theguardian.com, Jumat (14/12/2018).
Salah satu poin kunci dalam negosiasi PBB di Polandia adalah tentang bagaimana negara-negara harus memperhitungkan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan mereka, dan melihat bagaimana progresnya dalam memenuhi komitmen mereka untuk mengekang karbon harus diukur dan diverifikasi.
Negara-negara maju lebih memilih standar yang ketat namun untuk negara-negara berkembang diberikan sedikit kelonggaran, sebagai bentuk pengakuan struktur dan kemampuan tata kelola mereka mungkin lebih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara maju.
Sayangnya, Xie mengatakan pembicaraan itu menemui jalan buntu. Buntunya pembicaraan tersebut karena tiap negara mengulur waktu dalam melaksanakan realisasi komitmen ini.
Ancaman Bagi Indonesia
Hampir semua orang sudah mafhum, ancaman dari perubahan iklim bagi Indonesia--di antaranya penurunan tanah dan kenaikan tinggi permukaan laut--yang dapat mengakibatkan 1500 pulau di Indonesia terancam menghilang.
Jika melihat data yang ada, pada 1960-2008 muka air laut di Indonesia memiliki laju peningkatan sebesar 0.8 milimeter per tahun. Laju tersebut melonjak naik menjadi 7 milimeter per tahun dari 1993. Seperti dijelaskan Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan, Achmad Poernomo pada November 2015 dikutip dari Jakarta Post, berdasarkan penelitian, tahun 2050, peningkatan muka air laut akan mencapai 90 sentimeter .
Sedangkan menurut investigasi yang dilakukan BBC News Indonesia, jika tidak ada tindakan lebih lanjut soal perubahan iklim, maka pada 2050 sekitar 95 persen wilayah Jakarta Utara sudah berada di bawah laut. Lebih lanjut dalam laporan berdasarkan riset tim peneliti geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam laporan investigasi tersebut, mengungkapkan di Jakarta Utara setiap tahunnya telah terjadi penurunan permukaan tanah dengan kedalaman mencapai 25 cm.
"Ini adalah salah satu penurunan tanah terbesar di dunia, karena kita bayangkan dalam 10 tahun penurunannya mencapai 2,5 meter," kata Heri Andreas, salah satu doktor di bidang geodesi ITB yang terlibat dalam penelitian tersebut.
Baca Juga : Indonesia-Inggris Sepakat Perangi Efek Perubahan Iklim