Jejak Belanda di Gereja Immanuel
Jejak Belanda di Gereja Immanuel

Jejak Belanda di Gereja Immanuel

By bagus santosa | 25 Dec 2017 11:18
Jakarta, era.id - Ada yang berbeda dalam ibadah Natal di Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) Immanuel, Gambir, Jakarta Pusat. Tak seperti di gereja lain yang kebanyakan menggunakan bahasa nasional, di sini, khotbah Natal disampaikan dengan menggunakan Bahasa Belanda.

Sejak berdiri tahun 1893 hingga saat ini, GPIB Immanuel konsisten menyampaikan syiar dengan Bahasa Belanda dalam setiap perayaan Natal. Menurut Diaken GPIB Immanuel, Rivaldo Latupessy, Bahasa Belanda menjadi pondasi yang membangun kegiatan dakwah di salah satu gereja tertua di ibu kota ini.

"178 tahun lalu, inikan dibangun oleh orang Belanda. Jadi, mereka dulu beribadah di sini. Setelah perkembangan zaman, baru Bahasa Indonesia," kata Rivaldo saat ditemui era.id di sela-sela misa natal, Senin (25/12/2017).



Di GPIB Immanuel sendiri, misa dibagi dalam empat jadwal, yakni pukul 08.00 WIB dan 19.30 WIB untuk misa berbahasa Indonesia serta pukul 17.00 WIB untuk misa berbahasa Inggris. Sedang bagi jemaat yang ingin mengikuti misa berbahasa Belanda dapat mengikuti sesi kedua pukul 10.00 WIB.

Rivaldo menuturkan, meski sudah digelar selama 178 tahun, antusias masyarakat untuk mengikuti misa berbahasa Belanda terbilang rendah. Kebanyakan jemaat yang mengikuti misa sesi kedua adalah mereka yang berusia lanjut dan hanya ingin bernostalgia.

Meski begitu, GPIB Immanuel bertekad untuk terus melanjutkan khotbah yang sudah menjelma sebagai tradisi ini. Bagi GPIB, tradisi ini sangat penting untuk dilakukan sebagai upaya memelihara kebudayaan dan sejarah bangsa.

Sejarah dan Perkembangan Gereja

Gereja yang terletak di seberang Stasiun Gambir ini dibangun dalam kurun lima tahun, sejak 1834. Didesain oleh JH Horst, seorang warga Belanda, gereja ini menjadi salah satu bangunan tertua dan paling cantik di pusat kota, dengan konsep yang diadopsi dari rancangan Pantheon di Roma dengan atap kubah.

Yang mengejutkan dari dirinya, JH Horst ternyata bukan seorang arsitek. Selain itu, terkait kewarganegaraan Belandanya, JH Horst yang besar dan lahir di Batavia nyatanya sama sekali tak pernah menginjak tanah Eropa, apalagi tanah kelahirannya, Belanda.

Gereja Immanuel dibangun untuk menghormati Raja Willem I, Willem I Frederik, raja Belanda pertama yang berkuasa selama 1813-1840. Tulisan Willemskerk pun terpampang di badan bangunan gereja. Selain sebagai raja pertama Belanda, Raja Willem I juga merupakan Adipati Agung Luksemburg pertama. 

Sejak tahun 1988, lewat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0128/1988 tertanggal 27 Februari serta Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Nomor Cb 11/I/12/1972 tertanggal 10 Januari 1972, Gereja Immanuel resmi ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.

Kemudian, dalam perkembangannya, dua ketetapan tersebut diperbarui melalui Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 475 Tahun 1993 tertanggal 29 Maret 1993 serta Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2010.

Gereja Immanuel Jakarta tercatat sebagai bangunan cagar budaya melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0128/M/1988 tanggal 27 Februari 1988 dan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor Cb 11/I/12/1972 tanggal 10 Januari 1972.
Selain itu diperbarui dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 475 Tahun 1993 tanggal 29 Maret 1993 dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 yang menetapkan Gereja GPIB Immanuel sebagai bangunan cagar budaya.
Rekomendasi
Tutup