Derita Pengungsi dalam Pesan Natal Paus

| 25 Dec 2017 14:19
Derita Pengungsi dalam Pesan Natal Paus
Paus Fransiskus dalam Misa Malam Natal di Basilika Santo Petrus, Vatikan (Straits Times)
Vatikan, era.id - Pemimpin Vatikan, Paus Fransiskus berpesan kepada seluruh umat Katolik Roma di dunia untuk tenggang rasa terhadap nasib para pengungsi yang tersebar di seluruh belahan bumi.

Pesan itu ia sampaikan dalam khotbahnya, di hadapan puluhan ribu orang yang mengikuti Misa Malam Natal dan kebaktian di Basilika Santo Petrus, Vatikan, Minggu, 24 Desember 2017.

Paus mengajak seluruh umat untuk mengembangkan persepi baru tentang Tuhan. Menurutnya, Tuhan hadir di dalam diri setiap manusia, bahkan di diri para pengungsi yang seringkali diabaikan oleh sesamanya.

"(Tuhan hadir di dalam diri) pengunjung yang tidak diharapkan, seringkali tidak dapat dikenali, yang berjalan melalui kota-kota dan lingkungan kita, yang berjalan di bus kita dan mengetuk pintu kita," tutur Paus sebagaimana dilansir Straits Times, Minggu (24/12/2017).

Artinya, setiap manusia berhak menempati setiap sudut bumi, tanpa kecuali. "Persepsi tentang Tuhan itu harus berkembang menjadi bentuk hubungan baru, di mana tidak ada yang merasa tidak ada tempat bagi mereka di Bumi ini," tambahnya.

Serupa dengan Nasib Yusuf dan Maria

Dalam khotbahnya, Paus merelevansikan nasib para pengungsi dengan kisah Yusuf dan Maria dalam perjalanan keduanya dari Nazaret ke Betlehem. Saat itu, Maria yang tengah mengandung seorang anak --kelak terlahir sebagai Yesus-- harus menempuh perjalanan panjang dan perjuangan berat.

Atas perintah Kaisar Romawi, Augustus, Yusuf dan Maria harus berjalan panjang menuju timur, menyeberangi Sungai Yordan di selatan Danau Tiberias, sebelum kembali berjalan menuju Kota Yerikho. Dari sana, keduanya melanjutkan perjalanan berbukit yang tandus, melewati Betania ke Yerusalem. Konon, Yusuf dan Maria menghabiskan waktu berhari-hari dalam perjalanan itu.

Tak hanya itu, stigma penduduk Nazaret yang terkucilkan membuat penderitaan Yusuf dan Maria semakin menjadi. Penduduk Betlehem kala itu tak menerima kehadiran Yusuf dan Maria dengan baik, hingga Maria yang sudah tua mengandung kebingungan mencari tempat yang layak untuk melahirkan Yesus.

Menurut Paus, kisah Yusuf dan Maria sejatinya merefleksikan nasib para pengungsi di berbagai belahan dunia saat ini. ”Begitu banyak jejak lain yang tersembunyi dalam jejak Yusuf dan Maria," tutur Paulus.

”Kami melihat jejak seluruh keluarga yang dipaksa berangkat pada zaman kita sekarang. Kami melihat jejak jutaan orang yang tidak memilih untuk pergi, tapi diusir dari tanah mereka, meninggalkan yang terkasih,” tambahnya.

Untuk itu, Paus meminta kepada seluruh umat untuk menaati ajaran Injil dengan membuka pintu kepada sebanyak mungkin manusia yang membutuhkan. "Tuhan meminta kita menjadi pembawa harapan. Dia meminta kita menjadi prajuritnya yang menerima orang-orang yang putus asa karena ditolak di mana-mana," tutur Paus.

Derita Pengungsi Dunia

Menurut data yang dihimpun dari organisasi PBB untuk pengungsi, United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) terbaru, dalam satu menit setiap harinya, sekitar 20 orang kehilangan tempat tinggal secara paksa.

Sebanyak 65,5 juta masyarakat dunia mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal mereka. Di antara mereka, sebanyak 10 juta masyarakat dunia lain tercatat Stateless atau tanpa kewarnegaraan.

Berdasar catatan UNHCR, 55% pengungsi dunia datang dari tiga negara, yakni Sudan Selatan dengan total pengungsi sebanyak 1,4 juta, Afghanistan sebanyak 2,5 juta pengungsi dan Suriah, sebagai negara paling banyak melahirkan pengungsi, yakni mencapai angka 5,5 juta.

Berbagai persekusi dan konflik yang menyebar di seluruh dunia jadi penyebab utama lahirnya para pengungsi.

Berdasar pemetaan yang dilakukan pada benua-benua di dunia, Afrika menjadi wilayah paling 'panas', dimana 30% pengungsi dunia berasal dari Benua Hitam. Benua paling banyak melahirkan pengungsi selanjutnya adalah Timur Tengah dan Afrika Utara (26%), Eropa (17%), Amerika (16%) dan Asia Pasifik (11%).
Rekomendasi