Dalam keterangan pers, Minggu (23/12/2018), PVMBG menjelaskan pada 22 Desember 2018 terjadi letusan Gunung Anak Krakatau. Selanjutnya pada pukul 21.03 WIB terjadi letusan, selang beberapa lama ada info tsunami.
"Secara visual, teramati letusan dengan tinggi asap berkisar 300-1500 meter di atas puncak kawah. Secara kegempaan, terekam gempa tremor menerus dengan amplitudo overscale (58 mm)," dalam keterangannya.
Pertanyaannya, apakah tsunami tersebut ada kaitannya dengan aktivitas letusan, hal ini masih didalami, karena ada beberapa alasan untuk bisa menimbulkan tsunami, yaitu saat rekaman getaran tremor tertinggi yang selama ini terjadi sejak bulan Juni 2018 tidak menimbulkan gelombang terhadap air laut bahkan hingga tsunami.
Material lontaran saat letusan yang jatuh di sekitar tubuh gunung api masih bersifat lepas dan sudah turun saat letusan ketika itu.
"Untuk menimbulkan tsunami sebesar itu perlu ada runtuhan yang cukup masif (besar) yang masuk ke dalam kolom air laut, dan untuk merontokkan bagian tubuh yang longsor ke bagian laut diperlukan energi yang cukup besar, ini tidak terdeteksi oleh seismograf di pos pengamatan gunung api," tulis dalam keterangan itu.
-
Afair11 Apr 2020 15:48
Hubungan Antara Suara Dentuman dan Gunung Meletus
-
Afair29 Dec 2019 13:22
Kondisi Terkini Anak Krakatau yang Masih Suka 'Batuk-Batuk'
-
Afair30 Dec 2018 10:13
Erupsi Gunung Anak Krakatau Berhenti