PVMBG Selidiki Kaitan Erupsi Gunung Anak Krakatau dan Tsunami

| 23 Dec 2018 13:58
PVMBG Selidiki Kaitan Erupsi Gunung Anak Krakatau dan Tsunami
Situasi Anyer pasca Tsunami di Selat Sunda (Dok. Istimewa)
Jakarta, era.id - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) masih menyelidiki kaitan bencana tsunami yang terjadi di Selat Sunda dengan guncangan akibat erupsi Anak Gunung Krakatau. 

Dalam keterangan pers, Minggu (23/12/2018), PVMBG menjelaskan pada 22 Desember 2018 terjadi letusan Gunung Anak Krakatau. Selanjutnya pada pukul 21.03 WIB terjadi letusan, selang beberapa lama ada info tsunami. 

"Secara visual, teramati letusan dengan tinggi asap berkisar 300-1500 meter di atas puncak kawah. Secara kegempaan, terekam gempa tremor menerus dengan amplitudo overscale (58 mm)," dalam keterangannya.

Pertanyaannya, apakah tsunami tersebut ada kaitannya dengan aktivitas letusan, hal ini masih didalami, karena ada beberapa alasan untuk bisa menimbulkan tsunami, yaitu saat rekaman getaran tremor tertinggi yang selama ini terjadi sejak bulan Juni 2018 tidak menimbulkan gelombang terhadap air laut bahkan hingga tsunami.

Material lontaran saat letusan yang jatuh di sekitar tubuh gunung api masih bersifat lepas dan sudah turun saat letusan ketika itu.

"Untuk menimbulkan tsunami sebesar itu perlu ada runtuhan yang cukup masif (besar) yang masuk ke dalam kolom air laut, dan untuk merontokkan bagian tubuh yang longsor ke bagian laut diperlukan energi yang cukup besar, ini tidak terdeteksi oleh seismograf di pos pengamatan gunung api," tulis dalam keterangan itu.

 

Kirim Tim ke Krakatau

Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Wawan Irawan mengatakan institusinya mengirim tim langsung ke Krakatau untuk menyelidiki penyebab gelombang tinggi atau tsunami yang terjadi di Selat Sunda

"Tim kita akan pergi ke sana untuk melakukan pemeriksaan di sana. Sementara untuk pendahuluan kita kirim empat orang, karena kita belum tahu (penyebab tsunami)," ujar Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG Badan Geologi, Wawan Irawan seperti dikutip dari Antara.

Wawan mengatakan, gelombang tinggi yang menelan puluhan korban meninggal dunia tersebut, belum bisa dipastikan berasal dari aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau dan perlu pendalaman.

Kata dia, untuk menimbulkan gelombang besar hingga terjadi tsunami diperlukan tenaga yang besar seperti pergeseran lempeng, letusan besar gunung api, maupun longsoran besar yang masuk ke dalam kolom air laut. Sedangkan saat ini letusan Anak Gunung Krakatau masih dalam kondisi wajar. 

"Krakatau masih dalam letusan yang sama, belum menunjukkan letusan besar," ujar Wawan.

Sebelumnya BMKG menyebut tsunami yang terjadi di Selat Sunda bukan dikarenakan aktivitas tektonik. Melainkan akibat eruspsi Gunung Anak Krakatau.

"Jadi tsunami yang terjadi bukan karena BMKG gempa. Tadi sudah dicek tidak ada gejala tektonik yang menyebabkan tsunami sehingga setelah kami koordinasi bahwa diduga akibat erupsi tersebut kemungkinan bisa langsung atau tidak langsung memicu terjadinya tsunami," kata Kepala BMKG Dwikorita Kurnawati.

 

Rekomendasi