Berdasarkan hasil pemantauan Satelit Himawari dan radar cuaca sejak Sabtu (29/12) malam sampai Minggu pagi telah berhenti total. Rekaman seismograf di Pulau Sertung, gugusan pulau di Selat Sunda, dekat Gunung Anak Krakatau menunjukkan juga menunjukkan tak ada fluktuasi getaran, kalem, amplitudo rata-rata 10 mm (pada saat letusan amplitudonya 25-30 mm).
Namun tim PVMBG itu menyatakan, tidak tahu ke depan apakah masih ada fluktuasi erupsi lagi seperti terjadi pada Sabtu (22/12) lalu atau erupsi mulai saat ini akan berhenti sama sekali.
PVMBG juga menyampaikan terima kasih kepada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) atas pemantauan visual distribusi abu (lateral dan vertikal) erupsi Gunung Anak Krakatau via Satelit Himawari dan radar cuaca.
Informasi ini sangat vital untuk mengetahui aktivitas erupsi manakala para pengamat PVMBG di Pos Pasauran susah mengamati karena gunung sering tertutup kabut di musim hujan ini, sehingga sering pelaporan tinggi kolom abu tidak akurat.
Berdasarkan laporan Windi Cahya Untung, staf Kementerian ESDM, Badan Geologi, PVMBG Pos Pengamatan Pasauran Gunung Api Krakatau periode pengamatan 29 Desember 2018, pukul 00.00 sampai dengan 23.59 WIB, gunung api di dalam laut kini ketinggiannya tinggal 110 meter dari permukaan laut (mdpl)--sebelumnya ketinggian GAK mencapai 338 mdpl--kenampakannya cerah, berawan, mendung.
Suhu 24-30 derajat Celsius, kelembapan 59-92 persen, tekanan 0,0-0,0 mmHg, curah hujan 0,0 mm. Kecepatan angin kencang, lemah; arah angin menuju barat laut, utara, timur laut, timur.
Pengamatan visual kenampakan dari pos pengamatan, jelas, kabut 0-III, tinggi 1.000 meter, warna kelabu putih, intensitas asap tebal. Kegempaan masih berlanjut erupsi dan mengeluarkan abu vulkanik hingga mencapai 7.338 meter di atasnya, alami kegempaan tremor vulkanik dengan amplitudo 25 mm.
Kesimpulan tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau Level III (Siaga), sehingga direkomendasikan masyarakat/wisatawan tidak diperbolehkan mendekati kawah dalam radius 5 km dari kawah.
Ke depan, PVMBG mengingatkan untuk mendorong adanya persiapan mitigasi, merapatkan pengamatan seismik, edukasi bencana sejak dini, menjaga alat-alat yang sudah ada, dan masih banyak lagi pekerjaan rumah (PR) untuk ke depannya. Kita harus segera membenahi itu semua dan melakukannya secara bertahap.
BMKG juga menyatakan saat ini sudah ada sirine Tsunami Early Warning System (TEAS) untuk menyampaikan peringatan dini tsunami di wilayah Lampung tepatnya 1 di Kalianda, Lampung Selatan, dan 1 di Kota Agung, Tanggamus. Namun perlu untuk diketahui bahwa sirine masih berbasis gempa tektonik dan untuk mendeteksi tsunami.
Tentunya ini sangat jauh dari cukup, karena bisa dilihat wilayah Lampung hampir sebagian besar memiliki pesisir pantai sehingga banyak sirine yang dibutuhkan agar mencakup semua wilayah di daerah ini.
BMKG mengimbau semua pihak tetap waspada, mengingat selama tahun 2018 telah tercatat 11.577 gempa bumi terjadi di seluruh Indonesia, termasuk Lampung dan Banten.
Hingga Sabtu (29/12), menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) korban tsunami di Selat Sunda mencapai 431 orang meninggal dunia, 7.200 orang luka-luka, 15 orang hilang, dan 46.646 orang mengungsi. Kerugian material antara lain 1.778 unit rumah rusak, 78 unit penginapan dan warung rusak, 434 perahu dan kapal rusak dan lainnya.