Rapor Merah Pendidikan Indonesia
Rapor Merah Pendidikan Indonesia

Rapor Merah Pendidikan Indonesia

By Yudhistira Dwi Putra | 27 Dec 2017 16:00
Jakarta, era.id - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memaparkan catatan akhir tahun tentang sejumlah permasalahan yang terjadi dalam ranah pendidikan sepanjang tahun 2017.

Di Gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (26/12/2017), FSGI memaparkan enam persoalan yang mereka sebut sebagai refleksi dari buruknya sistem pendidikan di Indonesia. 

Berikut intisari dari catatan FSGI yang berhasil dirangkum era.id:

1. Zonasi PPDB

Lewat kebijakan ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menetapkan batas zonasi kepada anak didik untuk mendaftar diri mereka ke sekolah-sekolah tertentu yang masih berada dalam lingkup domisili yang tercantum sesuai kartu keluarga (KK) mereka.

"Ini sangat kontradiktif dan tidak melindungi hak-hak anak dalam pilihan pendidikannya. Secara geografis, tidak semua kecamatan punya sekolah-sekolah negeri yang dapat menampung," ujar Wasekjen FSGI, Satriawan Halim di Gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta, Selasa (26/12/2017).

2. Pendidikan karakter

Lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) memunculkan sejumlah persoalan. Pasalnya, implementasi perpres ini dinilai gagal. Kelahiran perpes yang tak dibarengi dengan pelatihan dan peningkatan kompetensi guru menyebabkan sistem penilaian akhirnya tidak berjalan baik.

"Karena minimnya pelatihan program PPK, banyak guru yang merasa kerepotan untuk memberi nilai. Dan ini dapat mengindikasikan penilaian yang asal-asalan oleh guru tersebut," ungkap Satriawan.

3. Kekerasan

Berbagai peristiwa kekerasan yang terjadi dalam ranah pendidikan membuat FSGI khawatir. Sepanjang tahun ini, sejumlah kasus kekerasan yang melibatkan anak didik dan guru ataupun orang tua murid mencuat.

Hal tersebut, menurut FSGI merupakan sebuah ironi, mengingat sekolah sebagai institusi pendidikan seharusnya dapat memberi rasa aman kepada anak didik. Bukan sebagai wahana penyebaran intimidasi, apalagi kekerasan fisik.

4. Kurikulum dan literasi

Kurikulum yang bermasalah dan literasi yang kerap memuat konten kontroversial turut menjadi sorotan FSGI. Lemahnya pengawasan pemerintah disebut sebagai sumber masalah.

"Lemahnya pengawasan pemerintah menyebabkan masih banyak buku-buku yang mengandung konten pornografi, radikalisme, dan misinterpretasi," katanya.

5. Kualitas rendah

Berdasar program evaluasi pendidikan yang dilakukan lewat survei oleh Programme for International Students Assesment (PISA), kualitas pendidikan Indonesia masih tergolong rendah.

Terkait itu, FSGI mengkritisi respons pemerintah terhadap hasil survei ini. Alih-alih membenahi diri, Menteri Pendidikan, Muhadjir Effendi  malah menyalahkan anak didik di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai penyebab dari jebloknya hasil survei tersebut.

“Saya khawatir yang dijadikan sampel Indonesia adalah siswa-siswa dari NTT semua,” ungkap Muhadjir kala itu.

6. Tunjangan profesi pendidik

Kurikulum 2013 menyebabkan ketidaksambungan dalam sistem sertifikasi guru. "Hal ini berdampak pada, misalnya di Tasikmalaya, guru-guru SMK dan kepala sekolahnya banyak menjadi korban tidak mendapat tunjangan akibat kesalahan persepsi pencairan tunjangan tersebut," kata Satriawan.

Hal ini berdampak pada banyaknya guru dan kepala sekolah yang gagal dapat tunjangan akibat kesalahan persepsi dalam sistem pencairan tunjangan tersebut. Terkait itu, pemerintah diminta menyosialisasikan sistem tersebut.

(Infografis: Yuswandi/era.id)

Tags :
Rekomendasi
Tutup