Terhitung sejak tahun 2017, kata Wiranto, keluarga Abu Bakar Ba’asyir telah mengajukan permintaan pembebasan. Pertimbangannya soal usianya yang makin uzur dan kesehatan yang terus menurun. Atas pertimbangan kemanusiaan itulah Presiden Jokowi memahami permintaan keluarga tersebut.
"Namun tentunya masih perlu dipertimbangan dari aspek-aspek lainnya seperti aspek Ideologi Pancasila, NKRI, hukum dan lain sebagainya," kata Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (21/1) kemarin sore.
Pemerintah memang dirasa perlu mengkaji lagi niatan ini. Apalagi Abu Bakar Ba'asyir sudah tegas menolak meneken surat ikrar setia kepada NKRI. Surat itu menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk bisa diberi pembebasan bersyarat.
"Ustaz Abu menyatakan 'saya enggak mau teken dan lebih memilih dalam tahanan sampai dengan penjara selesai'," kata pengacara Yusril Ihza Mahendra beberapa waktu lalu.
Makanya, presiden langsung memberi perintah kepada para menteri untuk mengkaji lagi, apalagi setelah ada penolakan dari pria yang sudah menginjak usia 81 tahun tersebut. Abu Bakar Ba’asyir divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011. Pimpinan pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah itu dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan menggerakkan orang lain dalam penggunaan dana untuk membiayai tindak pidana terorisme.
"Jangan sampai ada satu spekulasi-spekulasi lain yang berhubungan dengan Abu Bakar Ba’asyir yang sekarang masih dalam tahanan. Inilah penjelasan resmi, setelah saya melakukan satu rapat kajian, koordinasi bersama seluruh pejabat terkait," tegas Wiranto.