Tapi, bukan berarti masa tenang bisa terbentengi dari penyelundupan kampanye. Begitu pula dengan kesempatan untuk melakukan politik uang atau istilah umumnya serangan fajar sebelum hari pencoblosan.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo menjelaskan, ada dua klasifikasi politik uang yang kerap dilakukan di saat masa tenang yaitu prabayar dan pascabayar. Politik uang seperti ini kerap dilakukan baik peserta pemilu maupun tim kampanye. Tapi bisa juga diaktori oleh siapa saja yang punya uang untuk mengotori jalannya pemilu.
Sebelum kalian berpikir kalau istilah prabayar dan pascabayar berhubungan dengan operator seluler, percayalah, ini sama sekali enggak ada hubungannya. Ratna bilang, politik uang prabayar dilakukan sebelum pemilih menuju TPS.
"Seluruh jajaran kami akan turun ke lapangan terutama pengawas TPS yang sudah kami bentuk. Kami memastikan bahwa tidak ada jual beli C6, karena C6 ini juga jadi salah satu alat yang masih dijadikan alat tukar, ini tentu harus bisa dipastikan jajaran kami di TPS bahwa. Ini salah satu mencegah politik uang prabayar," ungkap Ratna di Kantor Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (8/3/2019).
Sedangkan politik uang pascabayar, memungkinkan pemilih untuk mendapatkan uang setelah membuktikan pencoblosan pihak yang ditentukan menggunakan foto yang diambil dari ponsel pemilih.
"Jajaran kami harus memastikan tidak ada satupun pemilih yang masuk dibilik suara itu membawa alat rekam atau yang bisa merekam hasil pencoblosannya," ungkap dia.
Pada dasarnya, Bawaslu melakukan pelatihan kepada pengawas TPS yang ditugaskan lembaga pengawas pemilu ini untuk mendapatkan pengetahuan sepitar pengawasan.
"Pengawas TPS ini nanti akan diberikan pengetahuan dan keterampilan yang memadai selama mereka melakukan pengawasan baik sebelum, pada saat, maupun sesudah pemungutan suara dan perhitungan suara untuk memastikan tidak terjadinya politik uang," pungkasnya.