Membedah Sistem Link and Match Milik Sandiaga

| 17 Mar 2019 21:22
Membedah Sistem <i>Link and Match</i> Milik Sandiaga
Ilustrasi (Ilham/era.id)
Jakarta, era.id - Cawapres nomor urut 02, Sandiaga Uno memaparkan gagasannya untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Sandiaga punya konsep sekolah link and match. Maksudnya negara hadir sebagai penyedia dan pencipta lapangan kerja yang tersambung dengan sistem pendidikan.

Penerapan sistem itu sebenarnya sudah diterapkan oleh pemerintah saat ini. Misalnya pada manifestasi dari Perpres No. 9 Tahun 2016, Kementerian dan Kebudayaan RI bekerja sama dengan PT Astra International untuk melaksanakan revitalisasi di lingkungan Sekolah Menegah Kejuruan (SMK).

Dalam hal peningkatan mutu pendidikan ini, Kemendikbud sudah sering bekerjasama dengan industri. Selama ini aspek yang ditingkatkan tak hanya siswa, guru pun turut diperhatikan demi bisa mencetak lulusan SMK yang mampu bersaing dalam dunia kerja. 

Menurut pihak Astra seperti dikutip situs kemdikbud.go.id, hingga November 2018, Grup Astra telah membina 1.329 SMK di Indonesia dalam skema program SMK Link & Match Industri. Berbagai prestasi juga telah ditorehkan menurut klaim mereka, salah satunya dalam kompetesisi LKS Nasional dan World Skill di tingkat dunia.

Belum efektif

Direktorat Pembinaan SMK (PSMK) M. Bakrun mengatakan, fokus utama dari program ini yakni bagaimana pelajar khususnya siswa lulusan SMK dapat terserap di Industri. Kendati demikian meskipun sistem pendidikan link and match sudah bergulir, Bakrun sendiri mengakui pengangguran bagi lulusan SMK masih tinggi. 

"Bulan Mei hingga November adalah waktu yang paling membuat kami ketar-ketir, kenapa? karena di bulan itulah media mentebutkan pengangguran terbanyak adalah lulusan SMK. Kita harus mengakui jika kompetensi lulusan SMK kurang, kompeten dalam arti semua aspek, baik kesehatan, mental dan sikap punya kompetensi yang baik," ucap Bakrun.

Sementara, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Hanif Muhammad mengatakan, masih terdapat mismatch antara pendidikan Indonesia dengan lapangan pekerjaan. Ia menjabarkan hal itu dengan mengurai proporsi pengangguran terdidik.

"Jika kita bandingkan antara tahun 1998 (20 tahun yang lalu) dengan kondisi terkini, proporsi penggangguran terdidik (lulusan Universitas dan diploma) meningkat dari 8,51 persen menjadi 13,42 persen," kata Hanif lewat acara Diskusi Online Indef (17/3).

Sementara itu, masih merujuk laporan Indef yang dipublis pada Kamis (14/3), mencatat bahwa "pengangguran 'terampil' dan 'terdidik' mengalami peningkatan. Dari situ tercatat pengangguran lulusan SMK berada di angka 24,74 persen. Tingkat pengangguran tersebut sudah mengalami tren kenaikan sejak 2013. 

Rekomendasi