Supaya kamu paham, Wiranto memang sempat menyinggung hoaks atau berita bohong sebagai teror pemilihan umum serentak 2019. Katanya, hoaks yang meneror masyarakat dan menimbulkan ketakutan di masyarakat, sama saja seperti terorisme.
"Tidak boleh seorang pejabat pemerintah apalagi Menko Polhukam bicara tidak berdasar aturan. Jelas sekali saya kira itu tidak ada hubungan sama sekali. Sejak awal, yang namanya terorisme itu, ada definisinya, apa itu teroris. Ini enggak ada hubungannya dengan yang ada sekarang,” kata Fadli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani juga tak sepakat dengan Wiranto. Kalau itu dilakukan, dia khawatir berpotensi terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Jadi, Muzani menilai Wiranto sudah keliru dalam menafsirkan sebuah tindak pidana.
"Kalau hoaks digunakan dengan undang-undang lain, itu berpotensi melakukan pelanggaran dan penyalahgunaan kekuasaan. Undang-undang terorisme adalah undang-undang yang dimaksudkan untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan terorisme. Bagaimana mungkin undang-undang terorisme akan digunakan misalnya terhadap pencurian," tutur Muzani mencoba memberi perumpamaan.
Dalam penegak hukum tidak bisa semena-mena memperlakukan UU di luar dari koridor dan maksud dari tujuan dibentuknya UU. Apalagi, katanya, tindak pidana terorisme adalah salah satu dari tindakan kejahatan luar biasa. Artinya tidak bisa seseorang dengan mudahnya mendefinisikan tindakan tertentu dengan aksi terorisme.
"Pada saat kami menyusun bersama pemerintah, dimaksudkan untuk menindak mencegah dan memberantas terorisme," ucapnya.
Politisi Partai Gerindra itu sepakat, hoaks adalah ancaman nyata dan bersama. Namun, bukan berarti cara menanggulanginya dengan menerapkan UU tindak pidana lain.
"Kita semua sepakat hoaks adalah ancaman dan hoaks itu selama ini digunakan dengan undang-undang ITE. Jadi jangan merasa tidak mampu menanggulangi hoaks terus kemudian menggunakan undang-undang lain," jelas Muzani.
Penyebaran hoaks harus bisa dibedakan dengan tindakan terorisme. Jika hoaks dikategorikan menyebabkan keresahan, maka sebaiknya dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Lagipula, 'senjata' ini juga yang selama ini digunakan penegak hukum.