"Menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili untuk memutuskan menyatakan Neneng Hassanah Yasin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama," ucap jaksa saat membacakan tuntutannya dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (8/5/2019).
Selain itu, jaksa meminta hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 318 juta. Jaksa juga menuntut pencabutan hak politik pada Neneng.
Menanggapi tuntutan tersebut kuasa hukum Neneng, Luhut Sagala, merasa tidak terima. Luhut beralasan kalau Neneng memang sudah menjalankan kewenangannya sebagai bupati.
"Karena kalau pasal 12 huruf b yaitu terdakwa dianggap melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiabnnya. Kalau Bu Neneng itu menandatangani IPPT itu memang kewenangan bupati. Jadi kalau diatas 10 hektare, penandatangan IPPT itu ada di tangan bupati. Jadi ketentuan mana yang dilanggar, kalau jaksa mengatakan terbukti karena tidak sesuai dengan yang di prosedur, buktinya apa ?" kata Luhut.
Selain Neneng, jaksa juga menuntut empat pejabat Pemkab Bekasi yang juga diyakini Jaksa turut serta menerima suap terkait perizinan proyek Meikarta.
Keempat pejabat pemkab Bekasi adalah Jamaludin (Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi), Dewi Tisnawati (Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu/PMPTSP Pemkab Bekasi), Sahat Maju Banjarnahor (Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi), dan Neneng Rahmi Nurlaili (Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi).
Uang suap itu diyakini jaksa berasal dari 4 terdakwa sebelumnya yang telah divonis yaitu Billy Sindoro, Henry Jasmen P Sihotang, Fitradjaja Purnama, dan Taryudi. Mereka telah divonis bersalah memberikan suap ke Bupati Neneng Cs.