Praktisi Menilai Pemindahan Ibu Kota Tepat

| 16 May 2019 11:13
Praktisi Menilai Pemindahan Ibu Kota Tepat
Patung Selamat Datang, Pancoran, Jakarata Selatan (era.id)
Jakarta, era.id - Wacana pemindahan ibu kota terus disuarakan. Seorang praktisi menyebut pemindahan ibu kota sebagai langkah tepat sebagai upaya melancarkan jalannya pemerintahan.

Peter Frans, Ketua Umum Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) menyebut pemindahan ibu kota sebagai hal yang mudah diwujudkan. Coba saja berkaca pada negara-negara lain yang telah lebih dulu melakukannya.

"Gagasan memindahkan ibu kota sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan Presiden Soekarno, serta bukan hal yang sulit untuk diwujudkan, mengingat di berbagai negara sudah pernah melakukan," kata Peter ditulis Antara, Kamis (16/5/2019).

Kita tahu, Amerika Serikat memindahkan ibu kotanya, dari New York ke Washington DC. Selain itu, Australia juga pernah menggeser ibu kota negara dari Melbourne ke Canberra. Atau Malaysia, yang ibu kotanya semula di Kuala Lumpur, kini berpindah ke Putrajaya.

Menurut Peter, rencana memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Palangkaraya juga bisa dilakukan karena seperti yang dilakukan di berbagai negara pusat pemerintahannya saja yang pindah, sedangkan pusat ekonominya tetap di kota asal.

Peter juga mengingatkan untuk memindahkan ibu kota tidak perlu melibatkan konsultan dari luar negeri, Inkindo memiliki banyak anggota yang memiliki kompetensi dalam mengembangkan kawasan skala kota.

"Itu bisa kita lakukan yang penting dalam jasa konsultasi adalah perencanaan harus matang dan dapat diimplementasikan di lapangan," kata Frans.

Permasalahannya untuk memindahkan ibu kota tersebut tidak hanya membutuhkan konsultan di bidang teknik saja, namun juga dari berbagai bidang ilmu karena berkaitan dengan aspek ekonomi, sosial, politik, budaya yang akan menyertainya.

"Sebagai contoh untuk bangunan-bangunan yang ditinggalkan nantinya akan difungsikan sebagai apa itu juga harus dipikirkan aspek sosial dan ekonominya," kata Peter.

Ini berbeda dengan konsultan konstruksi yang menginduk ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, atau pertambangan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Untuk konsultan bukan teknik, sejauh ini belum ada regulasinya termasuk induk kementeriannya belum jelas.

Sedangkan Deputi Bidang Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kepala Bappenas, Taufik Hanafi mengatakan, induk dari konsultan non teknik sedang dalam pembahasan dan ada kemungkinan akan ditangani kementeriannya.

"Sebelumnya kami akan konsultasikan dulu dengan Inkindo terutama masukan dari anggotanya yang bergerak di sektor bukan teknik," jelas Taufik.

Taufik juga mengungkapkan masih terbatasnya konsultan Indonesia yang memiliki pengalaman di luar negeri, untuk itu pemerintah akan membuat regulasi untuk konsultan yang telah bermitra dengan konsultan asing dapat disetarakan dengan konsultan yang telah memiliki pengalaman di luar negeri.

"Kalau kemampuan konsultan kita tidak kalah, banyak dari proyek-proyek konstruksi yang dibiayai dari luar negeri dengan konsultan asing yang bermitra dengan konsultan asal Indonesia. Tinggal mereka ini kita setarakan berpengalaman dengan luar negeri," jelas dia.

Berdasarkan pengalaman itu, Taufik optimistis peran anggota Inkindo untuk menggarap pemindahan ibu kota negara tidak perlu diragukan lagi.

"Hal tersebut merupakan salah satu persoalan yang dibahas dalam rapat antara Bappenas dan Inkindo," jelas Taufik.

Salah satu fakta yang juga dipertimbangkan dari seluruh pasar jasa konsultasi di kawasan Asia Tenggara sebanyak 65 persennya berada di Indonesia.

Rekomendasi