KPU Nilai Pernyataan Bambang Widjojanto Ahistoris

| 27 May 2019 19:19
KPU Nilai Pernyataan Bambang Widjojanto Ahistoris
Ketua tim kuasa Hukum BPN Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto. (Diah/era.id)
Jakarta, era.id - Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi menanggapi pernyataan Bambang Widjojanto yang menyebut penyelenggaraan pemilu kali ini adalah yang terburuk sepanjang sejarah. Menurut dia, pernyataan mantan Wakil Ketua KPK itu ahistoris atau berlawanan dengan sejarah.

Pramono bilang, peryataan BW --sapaan akrab Bambang Widjojanto-- yang menjadi tim hukum BPN Prabowo-Sandi di Mahkamah Konstitusi (MK) itu tidak didasarkan dengan data dan argumen yang jelas.

Pramono merasa perlu mengingatkan BW kembali terkait beberapa penyelengaraan pemilu di era Orde Baru yang dinilainya tidak lebih baik dari pemilu pascareformasi. 

"Seperti, jumlah partai politik yang dibatasi tidak boleh lebih dari tiga partai politik, tidak boleh ada calon presiden penantang, dan semua calon anggota legislatif harus melalui proses penelitian khusus (litsus) oleh aparat untuk dinyatakan 'bersih diri'," tutur Pramono kepada wartawan, Senin (27/5/2019).

Tak hanya itu, Pramono juga mengingatkan bahwa saat Orde Baru penyelenggara pemilunya tidak independen karena di bawah Depdagri, sedangkan Pengawas Pemilunya di bawah kejaksaan. 

Kemudian, tidak boleh ada pemantau pemilu. Dan ada sekian jumlah kursi gratis di DPR (yang tidak dipilih dalam Pemilu) bagi TNI/Polri, dan lain-lain. 

Oleh karena itu, Pramono menilai seberapa pun permasalahan yang ada pada Pemilu pascareformasi jauh lebih baik dari pemilu di masa Orde Baru. 

"Bagi saya seberapa pun banyaknya masalah yang ada pada pemilu-pemilu pascareformasi, termasuk Pemilu 2019, sudah bisa dipastikan masih jauh lebih baik dari pemilu selama Orde Baru," kata dia.

Lebih lanjut, Pramono bilang jumlah permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada Pemilu 2019 yang diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK) juga jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Sehingga, hal itu juga dapat membuktikan bahwasanya Pemilu 2019 jauh lebih baik dari pemilu terdahulu.

"Orang menggugat ke MK itu karena merasa dicurangi dalam hal proses pemilu atau dalam perolehan suara. Jika tidak merasa dicurangi, maka tidak akan menggugat. Jadi, semakin sedikit gugatan, berarti semakin sedikit terjadi kecurangan. Yang berarti Pemilu semakin baik," jelasnya.

Supaya kamu tahu, usai menyerahkan laporan gugatan hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi, BW menyebut Pemilu 2019 merupakan pemilu terburuk. BW membandingkan Pemilu 1955 dengan Pemilu 2019.

Menurutnya, pemilu paling demokratis justru terjadi pada awal perang kemerdekaan, tahun 1959 saat Indonesia dipimpin Soekarno. "Inilah Pemilu terburuk di Indonesia selama Indonesia pernah berdiri," kata BW. 

Rekomendasi