Sehari sebelum jadwalnya massa aksi berkumpul, Jalan Imam Bonjol depan KPU maupun Jalan MH Thamrin depan Bawaslu, sudah ditutup kawat berduri dengan penjagaan ketat dari aparat kepolisian.
Mulanya Bagja menduga massa aksi akan berkumpul dan menyampaikan aspirasi di Kantor KPU. Soalnya, hal yang dipersoalkan adalah hasil perhitungan rekapitulasi suara KPU sebagai penyelenggara.
21 Mei tiba. Area Kantor KPU malah sepi dari unjuk rasa. Memang ada massa aksi yang berunjuk rasa, tapi cuma segelintir orang pada pagi hari, dan makin sepi pada siang hari. Terdengar kabar massa mendapat instruksi untuk merapat di depan Gedung Bawaslu.
Lihat juga: Pengamanan Bawaslu dari Bidikan Lensa
"Tidak disangka-sangka demonya rencananya di KPU, ini malah di depan Bawaslu. Kita bengong juga, kok demonya jadi di Bawaslu, rame-rame," tutur Bagja, Selasa (28/5) malam.
Jelang sore hari, di kala aksi demo semakin ramai, pegawai Bawaslu tetap bekerja. Mengingat, dijadwalkan Bawaslu menyelenggarakan sidang penanganan pelanggaran pemilu. Mau tak mau, kerja mereka diiringi gema pekikan pelantang suara sang orator yang tak henti selama demo berlangsung.
Begitu pula pada 22 Mei esoknya. Meski ada bentrokan pada 21 Mei malam hingga 22 Mei dini hari di sekitar lokasi demo, Kantor Bawaslu tetap bekerja.
Baca juga: Keluarga Eksekutor Pembunuhan 22 Mei Dijanjikan Biaya Hidup
21 Mei malam, aksi masih berjalan tertib. Polisi menduga, kerusuhan bukan dilakukan para demonstran yang jalankan aksi siangnya (Anto/era.id)
Hanya saja, saat 22 Mei malam, di mana massa aksi sudah harus meninggalkan tempat, kericuhan kembali terjadi. Beberapa pegawai Bawaslu terpaksa menunda kepulangan mereka karena suasana depan kantornya tidak kondusif untuk dilewati.
Apalagi, saat massa mengadu petasan ke arah aparat kepolisian dan polisi akhirnya mengeluarkan tembakan gas air mata, suasana makin ricuh. Ditambah, bom molotov turut dilempar ke barisan polisi.
Baca juga: Perjuangan Sang Ayah Mencari Keadilan
Lampu Kantor Bawaslu akhirnya dimatikan. Dari luar, isi gedung tampak gelap. Lampu kembali dinyalakan saat suasana sudah kondusif.
Dari sini Bagja baru paham kenapa massa demonya malah di Bawaslu. Ternyata, mereka bukan mempermasalahkan angka perolehan suara dari masing-masing paslon, melainkan dugaan kecurangan pemilu.
"Saya pikir, demo 21 dan 22 Mei yang dipermasalahkan ternyata bukan masalah kuantitas atau jumlah perhitungan suara, tapi masalah kualitas," ucap Bagja.
"Kalau masalah kuantitas memang ke KPU, tapi permasalahan kualitas hasil pemilu seperti dugaan TSM (yang dinarasikan saat demo), orang-orang tujuannya ke Bawaslu," tambahnya.