"Ketika dia ada di laut, mau dibilang pantai kek, mau dibilang lahan kek, mau dibilang pasir ditumpuk di sana, dia harus mengacu dengan RWZP3K," tegas Ayu di Kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (21/6/2019).
Dia meminta Pemprov DKI Jakarta jangan membodoh-bodohi rakyat dengan cara mengganti istilah reklamasi untuk menghindari aturan.
"Jadi enggak bisa pemerintah seolah-olah membodoh-bodohi masyarakat mengubah nama reklamasi, jadi pantai," ungkapnya.
LBH Jakarta akan gugat Anies
Ayu juga sedang mempertimbangkan menggugat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait penerbitan IMB pulau reklamasi yang menjadi kontroversi tersebut. Namun wacana itu mesti dikaji lebih dalam lagi. Kajian perlu dilakukan terlebih dahulu karena pihaknya belum dapat salinan IMB yang dikeluarkan Badan Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP). Dia bilang, LBH Jakarta hanya mendapatkan salinan nomor IMB yang diterbitkan, tanpa diberi detail soal bangunan yang ada di sana.
"Kita masih tahap riset dulu. Penerbitannya (IMB) saja terkesan tidak transparan dan terburu-buru," ujar Ayu.
Sekadar informasi, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut pembangunan yang terjadi di lahan reklamasi dikarenakan adanya Pergub Nomor 206 Tahun 2016 mengenai Panduan Rancang Kota Pulau C, Pulau D, dan Pulau E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Pergub Nomor 206 Tahun 2016 ini disebut Anies dibuat oleh mantan Gubernur DKI periode sebelumnya, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. Atas pergub tersebut, maka pengembang punya dasar hukum yang kuat untuk melakukan pembangunan di pulau reklamasi.
Pulau C dan D --sudah diubah namanya oleh Gubernur DKI Anies Baswedan jadi Kawasan Pantai Kita dan Pantai Maju-- digarap PT Kapuk Naga Indah, anak usaha Agung Sedayu Group. Sedangkan Pulau G --namanya jadi Kawasan Pantai Bersama-- dibangun PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha PT Agung Podomoro Land.