Merujuk pada Peraturan Menteri (PM) Nomor 118 Tahun 2018 tentang Angkutan Sewa Khusus, tak ada aspek legal yang mengatur penandaan kepada taksi online ini.
"Kalau opsi stiker, orang dalam PM Nomor 118 itu enggak ada penandaannya. Di dalam Peraturan Menteri Perhubungan saja enggak ada penandaan, masak gubernur buat aturan penandaan? Secara logika hukumnya begitu," kata Syafrin saat ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2019).
Lebih lanjut, Syafrin menjelaskan, pemerintah bukannya tak ingin mengakomodir kepentingan pengemudi taksi online. Namun, setiap upaya pengaturan pemberian tanda yang direncanakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) selalu dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA).
"Kedudukan hukum tertinggi ada di Mahkamah Agung (MA). Artinya, kalau Pak Gubernur mengatur pemberian penandaan kan bertentangan dengan itu," ungkap Syafrin.
Oleh karenanya, saat ini pihaknya masih memutar otak untuk mencari solusi dengan berkoordinasi bersama pihak terkait seperti Dirjen Perhubungan Darat dan Korlantas.
"Kita harapkan ada way out yang baik lah, karena enggak mungkin ada opsi stiker," sebutnya.
Dilema Pemprov DKI atas wacana pengecualian taksi online dalam penerapan ganjil-genap yang mulai diimplemaentasikan pada 9 September mendatang dimulai saat ada aksi unjuk rasa para pengemudi taksi online pada Senin (19/18).
Mereka menuntut Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengizinkan mereka beroperasi dalam ganjil-genap, tapi mereka menolak penandaan dengan mengubah Tanda Nomor Kendaraaan Bermotor (TNKB) menjadi plat kuning.
Mereka lebih setuju pembubuhan stiker khusus kepada taksi online yang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan nomor 118/2018. HaI ini diusulkan untuk menghindari penyalahgunaan stiker oleh pihak -pihak yang tidak berkepentingan.
Namun, Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta merasa tidak mendapat keadilan jika nantinya Pemprov DKI mengecualikan taksi daring (online) dalam sistem ganjil-genap.
Ketua Organda DKI Shafruhan Sinungan meminta Anies tetap membatasi taksi online dalam sistem ganjil-genap yang akan diterapkan pada 6 September mendatang karena mereka bukan angkutan umum. Hal ini mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Mereka harus kena kebijakan tersebut. (Taksi) daring itu bukan angkutan umum. Sementara, aturan Undang-Undang yang disebutkan, angkutan umum itu yang berplat kuning," kata Shafruhan.