Pindah Ibu Kota, Beban Banyak untuk DPR

| 27 Aug 2019 19:15
Pindah Ibu Kota, Beban Banyak untuk DPR
Anggota Komisi II DPR, Yandri Susanto (Mery/era.id)
Jakarta, era.id - Anggota Komisi II DPR, Yandri Susanto menyebut, pemindahan ibu kota memerlukan banyak payung hukum. Apalagi banyak sekali undang-undang (UU) yang harus dibuat dan direvisi terkait dengan rencana tersebut.

“Maka semua menyangkut UU yang akan diubah itu harus direvisi atau diubah total. Bahkan misalkan, masalah UU ASN, UU masalah DKI Jakarta, mengenai posisi aset negara yang ada di Jakarta. Jadi banyak sekali,” katanya, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (27/8/2019).

Yandri menegaskan, pemindahan ibu kota harus dimulai dengan regulasi. Sehingga prosesnya tidak prematur. Regulasi harusnya diatur dan diajukan lebih dulu. Hingga saat ini pemerintah belum juga menyerahkan RUU tentang pemidahan kepada DPR.

“Selama belum ada UU-nya yang disepakati oleh DPR dan pemerintah, maka semua aktivitas yang disebut ibu kota negara baru itu adalah ilegal. Negara diatur UU. Pak Jokowi tidak bisa bergerak, tidak bisa mengeluarkan dana satu rupiah pun, selama belum ada perintah UU,” jelasnya.

Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) ini menyebut, jika dipaksakan dapat dikategorikan sebagai korupsi negara. Itu adalah penyimpangan anggaran negara yang belum ada payung hukumnya.

Menurut dia, kalaupun ada 1000 surat dimasukkan ke DPR, maka tetap tak punya kekuatan hukum. Sebab memang harus ada sebuah UU yang memerintahkan pemindahan ibu kota dan mencabut UU ibu kota yang lama.

“Tapi kami yakin fraksi-fraksi yang lain itu tentu akan sangat teliti cara berpikirnya demi bangsa dan negara,” tuturnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali mengatakan, pemindahan ibu kota setidaknya membutuhkan sembilan UU yang pembahasannya melibatkan lintas komisi. Tidak cukup hanya merevisi UU nomor 29 tahun 2007 tentang pemerintahan provinsi ibu kota negara yang saat ini masih berposisi di DKI Jakarta.

“Yang jelas saling terkait (sembilan UU). Dan ini pekerjaan lintas sektor. Bukan hanya satu atau dua sektor, tapi lintas sektor yang akan bekerja secara simultan,” jelas Amali.

Terkait dengan revisi kesembilan UU tersebut, kata Amali DPR menunggu inisiatif dari pemerintah. Setelah menerima kajian akademik usulan RUU, DPR selanjutnya akan meminta pendapat publik.

Di sisi lain, Amali mengaku tak yakin pembahasan revisi ini rampung di masa periode DPR sekarang dengan waktu yang sempit. Apalagi, periode DPR 2014-2019 tinggal tersisa kurang dari dua bulan.

“Menurut saya sih pastinya itu akan masuk pada periode pemerintahan di awal dan DPR di awal. Bukan sekarang” ucapnya.

Berikut sembilan Undang-Undang yang Harus Direvisi atau Dibuat Terkait Pemindahan Ibu Kota Negara:

1. Revisi UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus lbu Kota Jakarta sebagai lbu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Jakarta tidak lagi sebagai lbu Kota Negara sehingga perlu peraturan baru)

2. Pembuatan UU tentang (nama daerah yang dipilih) sebagai lbu Kota Negara

3. Revisi atau pembuatan UU tentang Penataan Ruang di lbu Kota Negara

4. Revisi atau pembuatan UU tentang Penataan Pertanahan di ibu Kota Negara (sinergi dengan tanah adat)

5. Revisi UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

6. Revisi UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (pengaturan kawasan strategis Ibu Kota Negara sebagai ring 1)

7. Revisi UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah

8. Revisi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah

9. Pembuatan UU tentang Kota

Rekomendasi