Park and Ride Thamrin Ditutup karena Dianggap Tak Menguntungkan?

| 03 Sep 2019 15:35
Park and Ride Thamrin Ditutup karena Dianggap Tak Menguntungkan?
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memantau Park and Ride Thamrind (Foto: Instagram @aniesbaswedan)
Jakarta, era.id - Setelah lebih dari dua tahun beroperasi, lahan parkir pusat kota, Park and Ride Thamrin 10, ditutup oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. 

Lahan parkir ini diresmikan Mei 2017, yang bertujuan untuk mendorong masyarakat memarkirkan kendaraannya dan meneruskan perjalanannya menggunakan moda transportasi umum. 

Lahan parkir ini ditutup Anies lantaran dianggap tak membantu mengurangi masyarakat menggunakan kendaraan pribadi, karena kendaraan mereka mesti keluar juga dari rumah untuk diparkirkan sebelum menggunakan transportasi umum. 

Anies pun memutuskan merombak Park and Ride di Thamrin ini jadi pusat kegiatan kuliner yang dikelola oleh Dinas UMKM. 

"Tempat itu akan kita ubah. Tidak menjadi tempat parkir, tapi menjadi tempat pusat kegiatan kuliner. Jadi, justru bisa menggerakan perekonomian, UMKM masuk, kemudian di situ diubah menjadi tempat kuliner," kata Anies di Balai Kota, Gambir, Jakrta Pusat, Selasa (3/9/2019).

Pengalihfungsian lahan ini, kata Anies, sebagai salah satu cara mendorong penggunaan transportasi umum. Ia berpendapat, dalam mengurangi jumlah kendaraan ada dua cara, yakni menerapkan tarif parkir yang tinggi dan mengurangi lahan parkir yang tersedia. 

Anies melihat keberadaan Park and Ride Thamrin enggak mendukung pengurangan jumlah kendaraan pribadi yang melintas di ibu kota. Sebab, orang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadinya dan memarkirnya di sana sambil menuju kantor.

"Anda parkir di (Park and Ride) Thamrin 10 cukup dengan 5 ribu rupiah sepanjang hari. Ya siapa yang akan naik kendaraan umum? Semuanya akan naik mobil sendiri, 5 ribu sehari," tutur Anies. 

"(Kalau sudah tidak ada Park and Ride di Thamrin) maka parkir lah mobil di rumah anda," ungkapnya. 

Park and Ride Thamrin 10 (Diah/era.id)

Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menganggap Anies tak melihat keuntungan ekonomis dari rendahnya tarif parkir Park and Ride Thamrin 10 ini. Kata dia, ini yang jadi alasan Anies menyulap lahan tersebut jadi tempat bisnis kuliner.

"Menurut saya itu memang dianggap tidak menguntungkan, karena tarifnya hanya 5.000," kata Trubus saat dihubungi era.id.

Kata dia, Anies ingin memanfaatkan lahan milik Pemprov Jakarta ini supaya bisa dinikmati oleh masyarakat luas, terutama juga para UMKM yang mendapat untung dari hasil penjualan makanan mereka. 

Apalagi, tambah dia, kebijakan-kebijakan Anies dalam memimpin DKI Jakarta kerap mengarah ke populisme, sebagai paham yang menjunjung hak dan kearifan rakyat kecil. 

"Kalau penggunaan lahan sebagai parkir kan hanya dinikmati oleh pengelola dan pemilik kendaraan yang memarkir di sana. Tapi kalau sentra kuliner kan bisa semua masyarakat menikmati, terutama UMKM-nya," ungkapnya. 

Siang tadi, kami mengunjungi lokasi Park and Ride Thamrin. Spanduk pemberitahuan bahwa fasilitas perparkiran ini akan ditutup terpasang di pagar depan. 

Salah satu petugas parkir, Mery, bilang bahwa spanduk itu sudah dipasang sejak pekan lalu. Mery juga belum tahu pasti kapan kantong parkir ini resmi ditutup. Ia mengaku hanya mengikuti perintah pimpinan UP Perparkiran Dishub DKI Jakarta. 

"Karena ada spanduk itu, beberapa warga yang memarkir banyak yang bertanya-tanya kenapa lokasi ini akan ditutup. Kami hanya jawab kalau itu sudah perintah dari atasan," kata Mery. 

Park and Ride Thamrin 10 (Diah/era.id)

Mery mengatakan, pada waktu istirahat makan siang, lokasi ini kerap penuh. Tanda parkir yang penuh pun dipasang di depan palang masuk lahan parkir, sehingga menyebabkan beberapa kendaraan berputar balik untuk mencari lahan parkir lain. 

"Di sini memang murah banget, sih. Cuma lima ribu sekali parkir," tuturnya. 

Salah satu pemilik kendaraan sepeda motor yang parkir di sini, Dedi, mengaku sudah tahu tentang penutupan kantong parkir ini.  Dedi yang setiap hari memanfaatkan lahan Park and Ride Thamrin menyayangkan keputusan tersebut. Mengingat, jika mesti parkir di tempat kerjanya yaitu Hotel Sari Pan Pasific, ia mesti merogoh kocek Rp20 ribu sehari. 

"Tapi ya mau gimana lagi, kalau emang tujuannya biar bikin orang naik transportasi umum, ya sudah saya ikut aja, enggak usah pakai motor lagi," tutur Dedi. 

Susi, pengendara mobil yang memarkirkan kendaraan di sana, juga menyayangkan penutupan lokasi ini. Sebab, dia mengaku tak nyaman jika mesti menggunakan kendaraan umum untuk menuju pusat kota. 

"Sayang banget sih. Kalau mesti parkir di luar, mahal. Kalau naik kendaraan umum, ya gimana ya, TransJakarta sama kereta saja masih suka desak-desakan," ungkapnya. 

Sebagai informasi, kantong parkir di tengah kota ini mulanya digagas oleh Basuki Tjahaja Purnama kala dirinya menjadi Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta pada Juli 2014 lalu. Saat itu, Ahok ingin ada park and ride di pusat kota, beda dengan negara lain yang membuatnya di pinggir kota. 

Alasannya, Ahok sadar bahwa infrastruktur transportasi di negara-negara luar telah dibangun terlebih dulu. Masyarakatnya lebih memilih meninggalkan kendaraan di pinggir kota untuk menggunakan angkutan publik seperti kereta untuk menuju kota. Kalau Jakarta, orang mesti merasakan macet dulu baru mau beralih transportasi umum. 

Tiga tahun berselang, akhirnya lahan parkir yang diapit hotel Sari Pan Pacific dan gedung Bank Mandiri Syariah diresmikan. Warga hanya dikenakan tarif Rp 5.000 untuk setiap kendaraan yang diparkirkan di sana. Lahan yang luasnya sekitar 8.700 meter persegi itu beroperasi sejak pukul 06.00 sampai 20.00 WIB.

Rekomendasi