"Kita pertama mau memastikan (penggunaan) anggaran yang kita sisir," kata William saat ditemui era.id usai rapat paripurna di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (3/10/2019).
Dari hasil penyisiran anggaran yang tercantum di Kebijakan Umum Anggaran (KUA)-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) 2020, William dan partainya menemukan ada beberapa anggaran yang dirasa tak beres.
Anggaran yang pertama adalah anggaran untuk Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) yang naik sebesar Rp10 miliar dari anggaran 2019. Jika di tahun 2019 yang lalu tim ini mendapat anggaran sebesar Rp16 miliar, pada tahun 2020 tim ini mendapat anggaran sebesar Rp26 miliar.
Sedangkan anggaran kedua yang terasa janggal, ditemukannya pada pembelian perangkat lunak atau software antivirus untuk Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta. William menyebut, anggaran untuk membeli perangkat lunak itu mencapai Rp12 miliar. Padahal di tahun 2016-2018, tak ada anggaran pembelian melainkan hanya penyewaan perangkat tersebut dengan besaran biaya mencapai Rp200 juta.
"Kita mau coba konfirmasi ke dinas terkait alasannya kenapa. Misalnya antivirus kemarin sewa sekarang beli, itu yang harus ada realisasinya," tegasnya.
Tak hanya mengkritisi anggaran yang tak jelas peruntukannya, William juga menyebut dia berharap agar pembahasan anggaran di DPRD bisa cepat dilakukan dan anggaran yang ada bisa dibahas lebih dalam.
Kepada era.id, William yang masih berusia 23 tahun ini mengatakan pekerjaannya sebagai anggota dewan tak membuat waktunya tersita karena pekerjaan. Bahkan, dia bilang setelah dilantik menjadi anggota DPRD periode 2019-2024 pada 26 Agustus 2019 lalu tak ada yang berbeda.
"Saya sih merasa biasa aja, enggak terlalu banyak yang beda. ... Soal waktu, sekarang ngerasa belum terlalu sibuk sih dari pagi ke pagi. Karena baru awal kan nih, baru nyisir anggaran saja," ungkap William.
Meski pembagian komisi belum dilakukan, namun lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini mengaku, dirinya ingin masuk ke Komisi A. Sebab, William merasa komisi ini cocok dengan latar belakang pendidikannya. Tak hanya itu, partai pengusungnya juga merasa dirinya cocok menduduki komisi yang membidangi tata pemerintahan.
Meski terbilang muda, William juga merasa tak takut menyampaikan kritik kepada lembaga eksekutif di DKI Jakarta maupun kritik kepada rekan sejawatnya di Kebon Sirih. Sebab, menurutnya ini adalah arti demokrasi yang sesungguhnya.
"Konflik itu adalah bagian yang enggak bakal bisa dihilangkan dalam demokrasi. Kalau kita memilih demokrasi ya pastinya akan banyak konflik, kritik, kontra karena itu adalah demokrasi," ungkapnya.
"Kalau enggak ada kritik, kontra, enggak ada yang ribut justru kita mempertanyakan demokrasi itu," imbuh William.
Sebelum menjabat sebagai anggota DPRD DKI Jakarta, William sempat menjadi salah satu dari delapan caleg PSI yang datang ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Dari hasil laporan yang disampaikannya pada 13 Mei 2019 lalu, William punya harta kekayaan sebesar Rp1.586.000.000. Kekayaan ini terdiri dari tanah dan bangunan di Kota Depok yang nilainya mencapai Rp500 juta dan mobil berjenis Toyota Yaris tahun 2013 dengan nilai barang sebesar Rp80 juta.
Tak hanya itu, dia punya harta bergerak lainnya sebesar Rp6 juta tapi tak dijelaskan apa harta tersebut. Selain itu, dia punya kas setara kas dengan nilai mencapai Rp1 miliar dan tak memiliki hutang maupun piutang.