Boker Sembarang di Antara Kita Masyarakat Modern

| 04 Oct 2019 18:34
<i>Boker</i> Sembarang di Antara Kita Masyarakat Modern
Ilustrasi (Pixabay)
Jakarta, era.id - Temuan Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Jakarta Barat tentang warga Tanjung Duren Utara yang buang air besar (BAB) sembarangan alias boker jadi perhatian Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Temuan itu juga menegaskan bahwa disiplin boker bukan jaminan dari masyarakat modern. Presedennya ada. Kota maju macam Australia pernah mengalami fenomena ini.

Kasus boker sembarang warga Tanjung Duren ini dikemukakan oleh Ketua TP-PKK Jakarta Barat Inad Luciawati Rustam Effendi. Ia kelimpungan, bagaimana mungkin masih ada warga di kota metropolitan macam Jakarta yang boker sembarangan. "Padahal dari kantor ini (Kelurahan Tanjung Duren Utara) masih terlihat Monas. Saya malu ada warga di sini BAB-nya sembarangan,” kata Inad, Jumat (4/10/2019).

Sitanggang, seorang Ketua RT di wilayah itu membantah. Ia menjelaskan, temuan yang diumumkan TP-PKK Jakarta Barat keliru. Menurutnya, warga sejatinya sudah menggunakan fasilitas jamban --baik pribadi atau pun umum-- yang tersedia. Masalahnya, wilayah ini tidak memiliki instalasi bak penampungan kotoran karena keterbatasan lahan.

"Sebenarnya ada jamban. Cuma pembuangannya dialirkan ke kali. Mungkin ada warga punya jamban, tapi mungkin enggak layak pembuangannya ... Itu memang sudah direncanakan, tapi yang kita kendalakan begini, kalau umpamanya kita buatkan, tempatnya dimana?" kata Sitanggang.

Monumen Nasional (era.id)

Bantahan Sitanggang boleh jadi benar. Namun, data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) tentu jadi perkara lain. April lalu, Bappenas merilis sebuah data yang mengungkap bahwa 0,42 persen warga DKI Jakarta masih boker sembarangan. Jika membulatkan jumlah penduduk DKI Jakarta ke angka sepuluh juta, artinya ada sekitar 42 ribu orang Jakarta yang tidak boker di tempat seharusnya.

Meski begitu, data Bappenas menyebut sanitasi layak di DKI Jakarta sudah baik dengan persentase 90,37 persen. Namun, data nyatanya juga mengungkap rendahnya tingkat sanitasi aman di DKI Jakarta: 19,07 persen. Sanitasi aman adalah fasilitas pembuangan kotoran yang tersedia di rumah-rumah dan terhubung dengan tempat pengolahan limbah rumah tangga.

"Tapi, di DKI, akses sanitasi layak sudah tinggi, 90,37 persen. Sanitasi layak kayak apa? Sanitasi layak itu misalkan kalau ada MCK umum, itu sudah layak karena sudah ada aksebilitas, meskipun di rumah tidak ada sanitasi," tutur Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam berita yang ditulis Republika.

Berdasar data itu, Bambang mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk menjadikan pengelolaan limbah kotoran rumah tangga ini sebagai prioritas Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahun 2020 mendatang. "Karena itu kami meminta agar pemerintah DKI dalam pola RKPD 2020 memberikan prioritas dan perhatian lebih kepada pelayanan air bersih, sanitasi dan air limbah," kata Bambang.

Modernisme bukan jaminan

Ilustrasi foto (Pixabay)

Ketersediaan fasilitas barangkali adalah salah satu penyebab kenapa banyak orang Jakarta boker sembarangan. Namun, sejatinya ada berbagai persoalan lain yang mungkin lebih penting didalami otoritas. Tentang bagaimana masyarakat di kota modern bisa melakukan hal yang tergolong primitif itu. 

Seorang psikolog forensik klinis, Mike Berry pernah mendalami kasus-kasus boker sembarangan di dalam studinya. Tak ada bantahan soal stigma primitif yang disematkan pada orang-orang yang boker sembarangan. Di tengah masyarakat, boker adalah tata cara yang diatur dalam kehidupan bermasyarakat. Tata cara itu terus berkembang seiring peradaban.

Singkatnya, jika hari ini tetanggamu masih boker sembarangan, maka dia tertinggal peradaban. Namun, stigma itu tak sepenuhnya benar. Menurut akademisi Universitas Birmingham City itu, ada begitu banyak kemungkinan yang mendasari kenapa seseorang masih boker sembarangan di zaman ini.

Sebuah kasus di Australia bisa jadi gambaran. Pertengahan Juni 2018 lalu, masyarakat Brisbane dihebohkan oleh sebuah kasus boker berantai. Kala itu, seorang pengusaha tertangkap basah boker di jalanan umum. Ia dituntut dengan tuduhan mengganggu ketenteraman umum lantaran sudah 30 kali boker di tempat yang sama.

Mike Berry menjelaskan, seseorang bisa nekat boker sembarangan karena beberapa hal, seperti marah, cemas, penyakit, atau sebagai bentuk penyampaian pesan. Yang terakhir, ya karena terlalu mabuk dan terlalu banyak minum alkohol. "Pertanyaan lainnya adalah apakah pelaku melakukannya di tempat-tempat yang sama? Jika iya, maka ada indikasi ada pesan untuk seseorang atau beberapa orang," tutur Berry dikutip dari BBC.

Berry dapat membuktikannya. Di internet, Berry adalah yang terbaik soal boker sembarangan --mengingat hanya ada namanya ketika kami mencari studi tentang manusia modern yang boker sembarangan. Berry bahkan bisa menebak kondisi psikis seseorang dari bentuk kotoran. Ia menuturkan, kotoran yang padat biasanya diproduksi oleh seseorang yang tengah dalam kondisi marah.

Sebaliknya. Jika lunak, biasanya kotoran itu keluar dari orang yang sedang cemas. Analisa ini Berry dapat dari berbagai kasus pencurian yang ia tangani, di mana banyak pencuri yang sengaja boker sembarangan di lokasi curian. Dengan bermodal analisa tersebut --ditambah pendalaman tentunya, Berry bahkan bisa menentukan motif pencurian.

Bagi Berry, perilaku boker sembarangan tak melulu soal ketersediaan fasilitas, apalagi kemajuan peradaban. Faktor kesehatan mental dan kondisi psikologis nyatanya lebih banyak mendorong perilaku boker sembarangan di antara kita.

"Seseorang yang sengaja buang air besar di depan umum itu punya isu kesehatan mental. Sesimpel itu," kata Berry.

Rekomendasi