Dua Tahun Kepemimpinan Anies yang Masih Berapor Merah

| 14 Oct 2019 16:52
Dua Tahun Kepemimpinan Anies yang Masih Berapor Merah
Laporan survei Populi Center (Diah/era.id)
Jakarta, era.id - Anies Baswedan akan memasuki tahun keduanya sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 16 Oktober 2019 mendatang. Sepanjang tahun itu, Lembaga kajian opini publik Populi Center, mencatat banyak rapor merah yang dibubuhkan Anies dalam memimpin ibu kota.

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio menyampaikan setidaknya ada tiga catatan kurang mengenakkan terhadap kinerja mantan Menteri Pendidikan itu. Catatan pertama mengenai Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP). Menurut Agus, TGUPP di era Anies tampak sedikit melampaui batas dan lebih dominan ketimbang Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya.

"Pertama Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) ini siapa aja orangnya? Di lapangan TGUPP yang banyak bicara dibandingkan SKPD. Padahal mereka bukan ASN," ujar Agus dalam pemaparan hasil survei Populi Center, Jakarta Barat, Senin (14/10/2019).

Dirinya membandingkan dengan jabatan TGUPP di era Basuki Tjahja Purnama atau Ahok, yang menempatkan pejabat fungsional ASN untuk menganalisa kebijakan. Namun, berbeda dengan fungsi TGUPP yang kini telah berubah cukup drastis bahkan cukup banyak mempengaruhi keputusan Gubernur. 

"Saya enggak tahu seberapa jauh dia mengikuti program pembangunan Pemda DKI. Tapi tolong program yang sudah berjalan dengan baik dan dinikmati oleh publik, jangan dihapus. Carilah hal-hal yang memang belum tersentuh," jelas Agus. 

Catatan kedua, Agus menyoroti soal program-program dari era gubernur sebelumnya yang justru tak diteruskan oleh Anies. Salah satunya program normalisasi sungai di Jakarta. Menurut Agus, dalam beberapa kesempatan Anies tidak memperlihatkan contoh konkret dari penerapan naturalisasi aliran air di sungai-sungai Jakarta. 

Dirinya melihat, Anies belum sepenuhnya menggalakkan program naturalisasi dalam mengurangi potensi banjir di Jakarta. Jika pun saat ini ibu kota tidak terjadi banjir, itu lebih dikarenakan musim kemarau panjang yang terjadi.

"Normalisasi sungai sudah 2 tahun terhenti, dan sekarang lagi musim kering itu apa isinya sudah itu sebentar nanti hujan deras atau hal apalagi yang mempengaruhi curah hujan pasti banjir," ungkapnya. 

"Harusnya sekarang itu cepat-cepat reklamasi yang penting tidak sampai tertunda dan terjadi banjir besar. Karena normalisasi itu ya di badan sungai dilebarkan, sehingga tidak mempengaruhi daerah-daerah lain yang harus diperbaiki kalau banjir," tambah Agus.

Terakhir, Agus memperhatikan sistem transportasi kota yang belum sepenuhnya dituntaskan malah terkesan tumpang tindih. Menurut dia integrasi kendaraan umum di Jakarta hanya terfokus di tengah kota, yakni di sekitar kawasan Dukuh Atas. Padahal, konsep integrasi kendaraan umum di kota besar seperti Jakarta seharusnya melingkar dan menyilang.

"Pembangunan Jaya semua ngumpul di pusat, Transjakarta di situ lalu tiba-tiba mengumpulkan transportasi lain di Jakarta yang semuanya berpisat di situ. Padahal transportasi di Jakarta itu sistem transportasinya silang dan melingkar, sisanya feeder saja. Jadi orang luar Jakarta naik kereta sampai di perbatasan dan akan ditangkap oleh transportasi yang melingkar di Jakarta," papar Agus.

Bayang-bayang Ahok

Dalam survei lembaga kajian opini publik Populi Center, terhadap kinerja Anies Baswedan selama menjabat Gubernur DKI Jakarta menemukan sejumlah fakta menarik. Di mana publik Jakarta masih membandingkan kinerja Anies dengan Ahok.

Survei dilakukan Populi pada tanggal 9-18 September 2019. Survei menggunakan kuesioner eksperimental, dengan kaidah probability sampling di 6 kabupaten/kota di DKI Jakarta. Jumlah responden 600 orang, proporsi laki-laki dan perempuan sebanyak 50 persen dengan margin of error sebesar sekitar 4,00 persen.

Penelitian dilakukan dengan memberikan dua bentuk kuesioner kepada responden yang membandingkan kinerja Anies dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Kuesioner pertama (kuesioner eksperimen) bertuliskan nama gubernur dan program kerja, sedangkan kuesioner kedua (kuesioner kontrol) hanya berisikan program kerja.

"Hasilnya terkait program bantuan dana pendidikan, dalam pertanyaan eksperimental, sebanyak 55 persen masyarakat lebih memilih KJP Plus era Anies dan sebanyak 34,3 persen masyarakat lebih memilih KJP era Ahok. Sementara dalam kuesioner terkontrol, justru kebijakan Ahok yang dinilai lebih tepat," papar Peneliti Populi Center, Jefri Adriansyah. 

Terkait normalisasi atau penataan sungai dalam kuesioner eksperimental, sebanyak 52 persen masyarakat lebih memilih naturalisasi sungai dilakukan oleh Anies. Sedangkan 37 persen masyarakat memilih normalisasi sungai oleh Ahok.

Lain halnya dalam pertanyaan terkontrol, justru kebijakan Ahok dengan narasi melakukan pelebaran sungai dan betonisasi dengan resiko penggusuran lebih rendah dianggap lebih baik dengan 50,7 persen. Sementara dari kebijakan Anies dengan narasi melakukan pelebaran sungai dan penanaman pohon dengan resiko penggusuran lebih tinggi mendapat 35,7 persen.

Sedangkan terkait pengembangan Reklamasi, kebijakan Ahok dinilai lebih tepat. Di era Ahok, pengembang reklamasi diwajibkan membayar kontribusi 15 persen dari harga nilai jual objek untuk pembangunan DKI. Sementara di era Anies, kontribusi 15 persen itu dihilangkan.

Dalam kuesioner kontrol, masyarakat menilai kebijakan Anies sebesar 28,7 persen, dalam hasil kuesioner eksperimen masyarakat menilai 46,0 persen. Sedangkan, kebijakan era Ahok dalam kuesioner kontrol dinilai 41.0 persen, di kuesioner eksperimen sebesar 31,3 persen.

Jadi, berkaca pada pertanyaan tersebut, masih ada polarisasi hasil kemenangan Anies dalam Pilgub DKI sebesar 57,95 persen dan Ahok sebesar 42,05 persen.

"Dengan metode ini, kita bisa tahu ada polarisasi di masyarakat yang cukup besar. Ketika surveyor bertanya kepada responden yang memiliki kedekatan emosional dengan Anies, ia bahkan tak perlu membaca pertanyaan sampai habis dan langsung memilih programnya Anies," tutur Jefri.

Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Populi Center Afrimadona memetakan responden tersebut sebagai pemilih yang benar-benar loyal kepada Anies. Apapun yang menjadi kebijakan Anies, walaupun hal tersebut belum tentu lebih baik, mereka pasti akan mendukung.

"Mereka tidak mau repot untuk mencari informasi untuk membantu mereka memahami. Mereka akan sepakat terhadap kebijakannya tanpa mencermati isi kebijakan," kata Afrimadona.

Rekomendasi