Menagih 'PR' Jokowi untuk Kapolri soal Kasus Novel Baswedan

| 15 Oct 2019 13:21
Menagih 'PR' Jokowi untuk Kapolri soal Kasus Novel Baswedan
Ilustrasi (era.id)
Jakarta, era.id - Novel Baswedan tak berharap banyak. Menjelang batas waktu yang diberikan Presiden Joko Widodo kepada Kapolri Tito Karnavian untuk mencari pelaku kekerasan terhadapnya, penyidik senior KPK ini masih terus ragu. Tapi dalam keraguan itu, Novel tetap menunggu. Sikap tersebut adalah tanda dirinya menghormati perintah kepala negara.

"Sejak awal tidak yakin tim Polri akan mengungkap penyerangan terhadap saya ini. Tetapi tentunya saya menghormati adanya perintah dari Pak Presiden yang memberikan waktu tiga bulan kepada tim Polri ini untuk menyelesaikan kewajibannya," kata Novel, kemarin (14/10), seperti dilansir dari jpnn.com.

Kapolri Tito punya waktu, setidaknya, empat hari lagi. Pada 19 Juli 2019 di Istana Negara, Jakarta, Jokowi memberikan waktu tiga bulan kepada Tito untuk menyelesaikan kasus tersebut. Artinya, Tito punya waktu sampai 19 Oktober, empat hari lagi.

Waktu itu, pernyataan tersebut muncul setelah Jokowi mendapat temuan dari Satuan Tugas --yang disebut Polri Tim Gabungan Pencari Fakta-- kasus Novel. Menurut Jokowi, hasil itu mesti ditindaklanjuti dengan tim teknis dari Polri, agar lebih fokus pada dugaan-dugaan yang ada.

"Oleh sebab itu, kalau kapolri kemarin minta waktu enam bulan, saya sampaikan tiga bulan," kata Jokowi sambil mengangkat tiga jarinya, di Istana Negara.

Baca Juga : Enam Kasus Diduga Memicu Penyiraman Air Keras Novel Baswedan

Merespons hal tersebut, Polri langsung membuat tim teknis. Tim itu dikepalai oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Idham Azis.

Sebelumnya, tim Satuan Tugas bentukan Polri yang kerap disebut sebagai TGPF, tak berhasil menemukan pelaku penyerangan terhadap Novel Baswedan. Tim yang diketuai bekas Komisioner Komnas HAM Nur Kholis itu hanya mampu memperoleh beberapa temuan.

Jokowi berharap, waktu tiga bulan yang diberikan kepada Kapolri Tito Karnavian, cukup untuk menemukan pelaku penyerangan Novel. "Kita harapkan dengan temuan-temuan yang ada sudah menyasar ke kasus-kasus yang terjadi," kata Jokowi.

Novel Baswedan mengalami penyerangan pada 11 April 2017 pada sebuah Subuh. Waktu itu, setelah Novel salat Subuh di masjid dekat rumahnya, orang tak dikenal menyiramkan air keras ke wajahnya sehingga membuat mata kirinya mengalami gangguan pengelihatan yang parah.

Infografik (era.id)

Tapi dua tahun lebih, polisi tidak mampu mengungkap kasus yang diduga melibatkan 'orang besar' itu. Mandeknya penanganan kasus penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan juga sempat ada di tangan Komnas HAM. Sebelum ada Satuan Tugas bentukan Polri, Komnas HAM menyebut ada abuse of process atau pelanggaran prosedur yang dilakukan polisi dalam menangani kasus tersebut.

Baca Juga : Menanti Hasil Pengusutan TGPF Novel Baswedan

Aktivis Hak Asasi Manusia yang menjadi Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid memandang, tidak ada kemajuan penanganan kasus Novel Baswedan. Polisi belum menemukan pelaku yang terlibat langsung atau pun tak langsung, dalam peristiwa tersebut.

"Sayangnya, hingga saat ini belum tampak ada semacam tanda-tanda misalnya pelakunya telah diketahui, telah ditetapkan sebagai tersangka, apalagi sampai aktor intelektualnya hingga hari ini kami belum dapat perkembangan apapun," ucap Usman di Kantor Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu, seperti dilansir dari kbr.id.

Karena itu, Usman menegaskan, Jokowi perlu membuat Tim Gabungan Pencari Fakta yang independen. Tim itu bukan di bawah institusi Polri, tetapi langsung di bawah presiden.

"Sayangnya, tim independen yang sesuai dengan aspirasi masyarakat sipil selama ini yang justru dianggap tidak diperlukan oleh Presiden dan Polisi," katanya.

Rekomendasi