Laporan Ngawur untuk Novel Baswedan dan Gelapnya 'Peristiwa Subuh'

| 07 Nov 2019 15:25
Laporan Ngawur untuk Novel Baswedan dan Gelapnya 'Peristiwa Subuh'
Penyidik senior KPK Novel Baswedan (era.id)
Jakarta, era.id - Peristiwa di waktu subuh, dua tahun delapan bulan lalu masih terarsip rapi di kepala Novel Baswedan. Dua orang tidak dikenal menyiramkan air keras ke wajahnya sepulang dari salat Subuh di Masjid Al-Ihsan di dekat rumahnya, Selasa 11 April 2017. Walhasil, cairan itu menyebabkan kerusakan serius pada bagian mata penyidik senior KPK tersebut.

942 hari sudah peristiwa itu berlalu. Polisi yang diamanahkan memecahkan misteri penyiraman air keras terhadap Novel pun belum mampu mengungkap. Pengusutan kasus itu masih gelap gulita dan tampak seperti bola panas. Seolah-olah, tak ada sepasang tangan pun yang ingin memegangnya.

Pada 19 Juli 2019 di Istana Negara, Presiden Jokowi sempat meminta Mendagri Tito Karnavian yang saat itu menjabat Kapolri untuk menyelesaikan kasus pelik ini dalam waktu tiga bulan. Selama 90 hari, Polri mesti memberi penjelasan kepada publik secara terang tentang motif apa dan siapa yang menyerang secara brutal Novel Baswedan. 

Baca Juga : Kasus Novel: Jokowi Tugaskan Tito, Tito Perintahkan Idham, Idham Serahkan ke Orang Lain

Kapolri Idham Azis yang kala itu menjabat Kabareskrim dipilih sebagai Ketua Tim Teknis penyelesaian kasus penyerangan brutal terhadap Novel. Namun, hasilnya nihil. Hingga tenggat waktu yang ditentukan Polri tak juga mampu mengungkap peristiwa kelam di waktu subuh itu.

Kasus Novel yang hingga kini masih terkatung-katung di kaki langit itu, malah berujung pada pelaporan oleh seorang Politikus PDIP, Dewi Tanjung. Dia melaporkan Novel ke Polda Metro Jaya, kemarin, karena dianggap telah merekayasa kasusnya sendiri.

"Ada beberapa hal yang janggal dari semua hal yang dialami, dari rekaman CCTV, bentuk luka, perban, dan kepala yang diperban tapi tiba-tiba malah mata yang buta," kata Dewi usai melakukan pelaporan.

Selain itu, menurut Dewi, kejanggalan kasus Novel juga terlihat dari reaksinya yang dianggap biasa saya, tak seperti korban yang terkena siraman air keras pada galibnya. "Orang kalau tersiram air panas itu reaksinya tidak berdiri tapi akan duduk jatuh terguling, itu yang saya pelajari," ujarnya.

Terkait pelaporan ini, KPK sebagai lembaga tempat Novel bekerja menyayangkan hal tersebut. Juru Bicara KPK Febri Diansyah bilang, pihaknya belum mendapatkan informasi resmi terkait hal tersebut. Hanya saja, dia menegaskan Novel adalah korban dalam kasus penyiraman air keras.

"Kami sangat menyayangkan dan rasanya ada orang-orang yang bertindak di luar rasa kemanusiaan kita. Ketika Novel yang sudah jadi korban, jelas-jelas menjadi korban dari pemeriksaan dokter pertama kali di (rumah sakit) Mitra Keluarga pada saat itu," tegas Febri.

Baca Juga : Menagih 'PR' Jokowi untuk Kapolri soal Kasus Novel Baswedan

"Kemudian dibawa ke JEC (Jakarta Eye Center), dan kemudian dibawa ke Singapura. Itu sangat jelas dia adalah korban dari penyiraman air keras," imbuhnya.

Selain itu, Febri juga mengatakan sudah banyak konferensi pers yang dilakukan oleh tim gabungan bentukan Polri. "Itu jelas disebut di sana penyiraman dan karakter air keras yang terkena ke Novel tersebut. Nah, sekarang bagaimana mungkin Novel yang dituduh melakukan rekayasa tersebut," ujarnya.

Sebelum Dewi melaporkan dugaan rekayasa itu, Novel juga diserang lewat sebuah video yang menunjukkan kondisinya tampak baik-baik saja. Dalam video yang viral di media sosial ini, Novel tampak berada di rumah sakit dan tengah duduk di kursi roda yang didorong seseorang dari belakang.

 

Kemudian, kameramen mengambil gambar dan reporter yang diketahui dari NET TV itu menanyakan kondisi terkini Novel. Dari video itu tampak, mata dan wajah pria 42 tahun itu tak ada bekas siraman air keras. Hal ini lantas mengundang pertanyaan warganet khususnya di platform burung biru Twitter.

Novel pun telah memberikan jawaban atas video itu. Dikutip dari CNNIndonesia.com, Novel mengakui video tersebut memang milik salah satu stasiun televisi swasta dan diambil pada bulan April hingga Juni 2017. Dia bilang, sekitar bulan itu, dirinya memang belum melakukan operasi Osteo Odonto Keratprosthesis (OOKP) di mata kirinya. Sebab, dokter yang menanganinya yaitu Profesor Donald Tan sedang mengupayakan stem cell dengan cara memasang selaput membran plasenta pada kedua matanya.

Stem cell ini, kata Novel, dimaksudkan untuk menumbuhkan jaringan mati di matanya. Tapi, hingga bulan Agustus kondisi matanya tak kunjung membaik. "Sedangkan diperkirakan enam bulan setelah kejadian kedua mata akan tidak bisa melihat sama sekali," kata Novel.

 

Novel membenarkan jika mata kirinya saat itu seolah baik-baik saja saat dilihat sekilas. "Seperti tidak sakit, bahkan tidak merah dan bening. Seperti kelereng. Tapi sebenarnya selnya justru sudah banyak yang mati dan fungsi melihatnya sangat kurang," tegasnya.

Dia juga bilang, selama pengobatan pihak KPK juga selalu mendampingi dan mengetahui perkembangan pengobatan matanya dari hari ke hari. "Setiap update dari dokter disampaikan pada pimpinan," ujarnya.

Pelaporan yang Ngawur

Laporan politikus PDIP kepada Novel yang menyebut telah merekayasa kasusnya membuat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) angkat bicara. Ketua YLBHI, Asfinawati menyebut laporan itu ngawur karena tidak berdasar. Sebab, kasus ini benar terjadi dan telah dikonfirmasi secara langsung oleh pihak kepolisian dan mendapatkan perhatian dari Presiden Joko Widodo.

"Laporannya ngawur, karena, masa polisi termasuk Kapolri dan Presiden mau membuat komitmen di publik untuk menuntaskan atau mengungkap kasus Novel kalau tidak benar-benar terjadi," kata Asfinawati kepada wartawan di Jakarta, Kamis (7/11/2019).

Tak hanya menyebut laporan ini ngawur, Asfinawati juga mempertanyakan motif di balik pelaporan tersebut. Sebabnya, sebagai pelapor, harusnya Dewi memiliki informasi jelas akan kebenaran fakta kasus yang dilaporkan.

Jika kasus tersebut adalah rekayasa, maka, mustahil bagi Presiden Joko Widodo mengeluarkan pernyataan soal batas waktu penuntasan perkara bagi pihak Polri. "Masa sebagai politisi dia tidak membaca koran tentang pernyataan Kapolri dan Presiden Jokowi?" ujarnya.

Baca Juga : Deadline Tiga Bulan Ungkap Kasus Novel Baswedan

Atas pelaporan ini, YLBHI kemudian menaruh curiga jika pelaporan ini sengaja dilakukan untuk mempengaruhi opini publik terkait kasus penyiraman air keras terhadap Novel yang hingga saat ini belum ada penyelesaiannya. Tujuannya, agar dukungan terhadap publik terhadap KPK, khususnya Novel Baswedan menjadi berkurang.

Selain itu Asfinawari juga mengatakan, laporan ini bisa saja berhubungan dengan tuntutan Perppu KPK. Apalagi, Dewi Tanjung yang merupakan pelapor juga berasal dari partai yang menolak Perppu KPK diterbitkan.

"(Pelapor) juga berada dalam partai yang sama dengan Menkumham, yang pada tahun 2015 menyepakati pembahasan revisi UU KPK di DPR," tegasnya.

Rekomendasi