Memasak Sampah Makanan Kita Sendiri

| 17 Oct 2019 16:58
Memasak Sampah Makanan Kita Sendiri
Ilustrasi (Ilham/era.id)
Artikel lanjutan dari SULAM: Ironi Sampah Makanan. Kita telah membahas pengelolaan sampah makanan di hotel dan resto lewat artikel "Hotel dan Resto: Biang Kerok atau Kambing Hitam Sampah Makanan". Lewat artikel itu, kita tahu, beban tak bisa dilemparkan kepada satu atau dua pihak. Sampah makanan adalah tanggung jawab kita semua.

Jakarta, era.id - Melempar tanggung jawab pengelolaan sampah makanan pada bisnis hotel dan resto adalah ilusi bagi penyelesaian perkara ini. Bagaimana tidak. Jika hotel dan resto mengklaim punya cara sendiri untuk mengurangi sampah makanan dalam operasional mereka, bagaimana dengan kita? Bagaimana kita mengelola sampah makanan kita? Kamu tahu, sampah makanan terbesar nyatanya bersumber dari rumah tangga?

Sebagaimana telah dibahas dalam artikel-artikel sebelumnya. Indonesia adalah negara kedua --setelah Arab Saudi-- yang paling banyak menghasilkan sampah makanan di dunia dengan angka mencapai 13 juta ton per tahun. Dari angka tersebut, 65 persen sampah makanan bersumber dari sampah rumahan.

Beberapa waktu lalu, kami mewawancarai Presiden Food Bank of Indonesia (FOI) Wida Septarina. FOI adalah sebuah organisasi nonprofit yang perjuangannya berfokus pada penyaluran makanan berlebih --dari hotel, resto, atau swalayan-- kepada kaum miskin. Kepada kami, Wida menjelaskan pentingnya berhitung porsi makan harian bagi setiap orang.

Pengendalian perilaku mubazir itu, menurut Wida dapat dilakukan sejak berbelanja bahan makanan. "Kan, ibu-ibu lihat ini itu ingin beli. Lapar mata. Ujungnya, boleh tanya deh, berapa persen yang terbuang dari kulkasnya? Tidak termasak selama seminggu, tidak terolah. Akhirnya layu, dia tak mau masak. Dia buang," kata Wida ditemui di markas FOI, Jalan Abdul Majid Dalam, Cipete, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

Presiden FOI Indonesia Wida Septarina (Tsa Tsia/era.id)

Jika sudah kepalang belanja berlebih, Wida mengingatkan, setiap orang harus mampu melihat peluang untuk mengolah ulang bahan makanan yang dianggap sudah tak layak, padahal masih dapat dimanfaatkan menjadi olahan makanan lain. Buah dan sayur, misalnya. "Sayur layu dan buah layu, saya sering. Saya bikin smoothies enak juga kok," kata Wida.

Penjelasan Wida diperkuat oleh keterangan ahli kuliner, nutrisi, dan gizi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Murdjati Gardjito. Menurut Gardjito, banyak cara menyelamatkan makanan berlebih agar tak sia-sia jadi sampah. Masakan Indonesia, menurut Gardjito telah dibekali nilai antimubazir. Artinya, olahan makanan Indonesia, sadar atau tak sadar telah tercipta dengan nilai no food waste yang tertanam di dalamnya.

"Makanan Indonesia, khususnya di Jawa, punya misi untuk 'menyelamatkan' makanan sisa yang biasanya tidak dimakan lagi untuk membuatnya menjadi makanan baru dan bisa dimakan lagi," kata Murdijati, dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (17/10/2019).

Makanan apa saja?

Kami mewawancarai sejumlah chef untuk menggali inspirasi menu makanan yang dapat dibuat dari pengolahan ulang makanan berlebih. Di daftar teratas ada nasi. Sebagai sumber karbohidrat, nasi paling umum diolah kembali menjadi nasi goreng. Selain nasi goreng, sisa nasi juga dapat diolah menjadi ragam camilan. Sebut saja, intip atau rice crust, jenang katul, dan meniran.

"Kalau ada nasi berlebih biasanya kami olah lagi menjadi nasi goreng," kata Reza Farisi, Chef Executive di Hotel Ibis Style, Jakarta lewat sambungan telepon, Selasa (15/10).

Nasi goreng (Abie Rachman/Pixabay)

Selanjutnya, gangsiran. Bahan makanan yang berasal dari kulit buah belinjo ini bisa dimanfaatkan sebagai tempe gembus, kerupuk kulit, dendeng jantung pisang, atau wedang uwuh.

Melengkapi, Chef Pastry di Keraton at The Plaza, Jakarta, Erica Mulyono menjelaskan soal pemanfaatan buah dan sayur layu. Menurut Erica, buah dan sayur layu dapat diolah menjadi puree hingga whipped cream.

"Pastry kan pakai buah, tuh. Nah, buah yang kurang bagus kita olah, kita jadikan puree gitu ... Kita bisa kreatifin rasanya jadi banyak. Kan biasanya cuma satu rasa, ini bisa banyak rasa. Jadi enggak buang-buang bahan makanan," katanya.

Tak cuma makanan

Pengelolaan makanan berlebih tak sebatas dengan menjadikannya menu makanan baru. Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi mengatakan, sisa makanan harian kita dapat dimanfaatkan menjadi kompos. Memang bukan hal mudah, namun layak dilakukan.

"Sampah jenis ini (sisa makanan) sebenarnya dapat dikelola untuk menjadi kompos yang bermanfaat meski prosesnya sendiri tidak dalam waktu yang singkat," kata Atha via pesan singkat.

Pengomposan sampah makanan (Ben Kerckx/Pixabay)

Menurut Atha, regulasi dan sistem pengelolaan sampah di Indonesia masih jauh dari ideal. Meski ada aturan yang mengatur pemilahan sampah organik dan anorganik --untuk mempermudah proses daur ulang-- dalam PP 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Jenis Rumah Tangga, kenyataannya implementasi tetap tak berjalan baik.

"Namun sistem yang disediakan oleh pemerintah daerah juga belum memadai. Masyarakat pun akhirnya tidak merasa terdukung untuk melakukan praktik pemilahan karena seringkali sampahnya dicampur lagi ketika diangkut oleh petugas," jelas dia.

Selain kesadaran pemerintah daerah, Atha juga menyinggung rendahnya kesadaran masyarakat pada isu sampah makanan. "Dari perspektif individu, tentu kita dapat lebih bijak melakukan konsumsi makanan dan minuman setiap harinya dan mengonsumsi secukupnya dan tidak berlebihan," tutupnya.

Tags : food waste
Rekomendasi