Menurut beberapa pemberitaan, kerusuhan yang terjadi di daerah pengganti Ibu Kota Indonesia itu terjadi pada Rabu malam (16/10). Awalnya dari ketidakpuasan sekelompok orang terhadap penindakan sebuah kasus penganiayaan yang membuat anggotanya menjadi korban.
Mereka lalu melakukan unjuk rasa di pelabuhan penyeberangan di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Di sana massa mengamuk dengan membakar loket tiket.
Menurut informasi dari Polda Kalimantan Timur massa sebanyak seratus orang datang ke pelabuhan Penajam sekitar pukul 13.00 Wita. Kemudian, pada 14.20 Wita, massa mulai bertindak anarkistis. Di pelabuhan mereka membakar pos loket tiket kapal klotok dan menghentikan kapal penyeberangan.
Selain itu, warga juga membakar permukiman warga Gang Buaya Kelurahan Penajam. Terdata sekitar 158 unit rumah dan sekolah dilalap api, serta sejumlah fasilitas umum dirusak.
Sempat ada dialog antara pihak aparat dan perwakilan massa pada 15.30 Wita, namun tidak terjadi mufakat. Perundingan dilakukan di kantor Penajam Paser Utara.
Kemudian, sekitar pukul 17.15 Wita, polisi berhasil mengendalikan situasi. Kapolda Kaltim Irjen Pol Widyanto sampai turun langsung ke lokasi. Sedikitnya 600 personel BKO Brimob dikerahkan untuk mengamankan wilayah Kabupaten PPU.
Dipicu suara knalpot
Melihat kejadian tersebut, Isran Noor mengimbau masyarakat di wilayah Penajam Paser Utara agar menahan diri dan tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Imbauan gubernur itu disampaikan melalui Kepala Biro Humas Setprov Kaltim, M Syafranuddin, usai memonitor perkembangan situasi kamtibmas di Penajam Paser Utara, hingga Rabu pukul 21.00 Wita.
Gubernur turut prihatin atas kejadian tersebut. Padahal "masalah sebenarnya yakni soal tindakan kriminal yang dilakukan beberapa oknum remaja tersebut sudah ditangani Polres PPU," kata Syafranuddin dilansir Antara.
Peristiwa penganiayaan itu terjadi pada pekan lalu dan menimbulkan dua korban. Kasus tersebut sudah ditangani polisi dan sudah diproses hukum. Tiga orang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Terkait peristiwa yang terjadi Rabu siang, Syafranuddin mengakui keterkaitan antara kerusuhan, kasus penikaman, dan suara knalpot. Menurutnya, pemicu kasus penganiayaan itu adalah ketidaksukaan terhadap suara knalpot korban. Namun masalahnya melebar dan dikait-kaitkan dengan suku.
“Informasinya pihak keluarga tidak puas. Tapi, informasi yang beredar dikait-kaitkan dengan suku. Sedangkan kasusnya murni kriminal, di mana tersangka penganiayaan tidak suka dengan suara knalpot korban. Sehingga terjadi keributan antara korban dengan tersangka,” ungkap Syafranuddin.
Namun, tiba-tiba pada Rabu kemarin, kelompok dari sisi korban mencari-cari pelaku penganiayaan itu di pelabuhan. Padahal tiga tersangka itu sudah ditahan kepolisian. Kelompok penyerang Pelabuhan Penajam ini tak terima anggota kelompoknya jadi korban penganiayaan.