Dulu Ditindak Sekarang Penindak

| 26 Oct 2019 16:31
Dulu Ditindak Sekarang Penindak
Ahmad Fauzi (di posisi ketiga dari kiri) bersama teman-tmannya (Foto: Istimewa)
Jakarta, era.id - Jakarta, salah satu kota terpadat dan tersibuk di Indonesia, punya segudang kisah menarik di dalamnya. Berbagai macam profesi atau pekerjaan berada di Ibu Kota negara itu. 

Salah satu kisah menarik itu muncul dari mereka yang bekerja sebagai petugas Pelayanan, Pengawasan, dan Pengendalian Sosial (P3S) yang berasal dari Dinas Sosial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Profesi ini mungkin terdengar asing di telinga sejumlah orang, namun, memiliki dampak bagi keberlangsungan kota.  Sebab profesi itu bertugas untuk mencegah atau mengantisipasi kehadiran penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) atau lebih dikenal dengan sebutan gelandangan.

Tanpa kehadiran mereka, setiap ruas jalan Jakarta mungkin sudah dipadati orang-orang yang duduk di pinggir jalan dan pengemis.

Adalah Ahmad Fauzi, salah seorang petugas P3S yang punya kisah menarik dari pekerjaannya. Pria asal Madura yang besar di Jakarta itu mulai menyandang sebagai petugas Dinas Sosial sejak empat tahun lalu.

Berawal dari gelandangan

Sebelum memasuki kisahnya sebagai petugas P3S, Fauzi bercerita soal bagaimana dirinya bisa berkutik di dunia itu. Awal mulainya, pemuda 25 tahun itu merupakan seorang gelandangan yang hampir seluruh waktunya dihabiskan di jalanan.

Mulai dari pengemis, pengamen, hingga polisi cepek pernah dijalaninya. Bahkan, dia sempat terjun ke dunia kriminal lantaran menjadi bajing loncat di kawasan Koja, Jakarta Utara.

"Saya dulu gelandangan, saya berawal dari PMKS juga," ucapnya kepada era.id

Selama bertahun-tahun hidup di jalanan yang terkenal keras, Fauzi tak pernah mengeluh dengan kondisi itu. Kala itu, dia juga sering ditangkap petugas P3S yang menggelar operasi.

Namun, penangkapan itu menjadi titik balik hidupnya. Semakin sering dia ditangkap, semakin banyak petugas Dinas Sosial yang dikenalnya. Dari perkenalan itu dia berkawan, dan dari perkawanan itu Fauzi ditawari jadi petugas P3S.

Akan tetapi, tawaran itu tak langsung disetujuinya. Kurang lebih satu tahun harus dilalui sebelum mengambil keputusan. Di pikirannya, bekerja sebagai P3S tidak akan memenuhi kebutuhannya. Sebab, pekerjaan ini digaji Rp30 ribu per hari, sedangkan hidup di jalan, dia bisa mengantongi uang Rp200 ribu sehari.

Waktu pun berjalan, akhinya Fauzi yang letih dengan kehidupan di jalanan, memutuskan bergabung ke Dinas Sosial Jakarta Utara sebagai tim reaksi cepat (TRC).

"Saya sudah ditawari untuk gabung itu sejak 2014 tapi baru 2015 saya memilih bergabung," katanya.

Dipukuli anak punk

Belum genap satu tahun bekerja, Fauzi harus menerima risiko pekerjaannya, yaitu dipukuli orang. Kala itu, dia ditugaskan untuk menindak segerombolan anak punk di wilayah Penjaringan, Jakarta Utara.

Awalnya, Fauzi dan rekannya melakukan sosialisasi kepada anak punk itu. Hari ini pertama ini tak terjadi apa-apa. Namun, ketika sosialiasasi di hari kedua, Fauzi terlibat ketegangan lantaran terjadi perdebatan yang keras.

"Hari kedua masih aman walaupun sempat adu mulut sama mereka (anak punk)," ungkapnya.

Namun, di hari ketiga, Fauzi mendapat tindak kekerasan dari gerombolan anak punk ini. Pada hari ketiga ini, Fauzi memang ingin menindak mereka karena tak mau pindah dari lokasi penertiban ini.

Saat penertiban itu, Fauzi dan temannya menemui lima orang anak punk. Saat dihampiri dia, tiga di antaranya melarikan diri. Fauzi menindak dua orang yang masih ada di lokasi. Namun, tak lama berselang, datanglah segerombolan anak pun membawa sejumlah barang yang siap menyrang Fauzi.

"Di sana berkelahi, kita berdua melawan mereka sekitar 6 sampai 7 orang," katanya sambil menambahkan dia dan temannya masih beruntung karena berhasil melarikan diri dari amukan anak punk tadi.

Kisah mengiris hati

Kisah dari profesinya tak selalu tentang penindakan yang berhubungan dengan resistensi dan kekerasan. Tapi, terselip cerita lainnya yang mengiris hati. 

Kala itu, Fauzi menemukan nenek tua yang terlihat mengenakan pakaian lusuh di jalanan. Dia pun menghampirinya.

Tebak apa yang diucapkan wanita tua itu? "Saya ada di mana?" itu kalimat terdengar kuping Fauzi dari mulut nenek tersebut. Hatinya langsung bergetar kala itu.

Dengan senyuman, lantas Fauzi melontarkan pertanyaan soal tempat tinggal nenek itu. Hanya saja, wanita yang kala itu mengenakan daster menyebut tak mengingat lokasi kediamannya.

Fauzi lantas mengajak nenek itu berjalan-jalan. Tujuannya, agar wanita itu mengingat di mana kediamannya.

Mulai dari matahari bersinar hingga terbenam, Fauzi dan beberapa rekannya berputar-putar di jalan Ibu Kota. Hingga akhinya, nenek itu mengingat jalan pulang ke rumahnya.

"Kita berputar terus, keliling-kelilinglah. Sampai ibu itu ngomong kalau pernah lewat jalan ini kalau mau pulang," ucapnya.

Hingga akhinya, ketika bulan telah mengeluarkan sinarnya, nenek itu tiba di kediamannya yang berada di kawasan Koja, Jakarta Utara.

Berbagai pengalaman itulah yang menjadi alasannya untuk tetap bertahan sebagai petugas P3S yang telah dijalaninya sejak tahun 2015 lalu.

Rekomendasi