Maria Butina: Hak Memegang Senjata dan Spionase Rusia-Amerika

| 27 Oct 2019 11:36
Maria Butina: Hak Memegang Senjata dan Spionase Rusia-Amerika
Ilustrasi (pixabay)
Jakarta, era.id - "Rusia tak akan menyerah," ujar Maria Butina kepada wartawan yang menunggunya saat tiba di Moskow. Ia melenggang bebas usai menjalani hukuman di Amerika Serikat (AS) pada Sabtu (26/10), atas tuduhan terlibat spionase.

Dilahirkan di Kota Barnaul di Siberia selatan pada tahun 1988, Butina menunjukkan ketertarikannya pada senjata sejak dirinya masih kecil. Dalam halaman Facebooknya, ia mengaku telah memegang pistol pertama kalinya di usia 10 tahun.

Selain kepada senjata, Butina juga tertarik pada politik. Ia menempuh pendidikan di universitas lokal Altai dengan mengambil jurusan politik dan pendidikan. Butina secara aktif terlibat dalam politik dan melebarkan sayapnya di Partai Rusia Bersatu milik Vladimir Putin.

Ketertarikannya pada senjata lantas membuat Butina mendirikan sebuah kelompok yang disebut the Right to Bear Arms atau Hak untuk Memegang Senjata. Ia pun menyerukan penjualan senjata api laras pendek untuk warga sipil dan mendesak pemerintah mengesahkan aturan tersebut. Menurut Butina, itu adalah salah satu keinginan terakhir Mikhail Kalashnikov, sang penemu senapan AK-47 asal Rusia.

Gerakannya terus tumbuh karena ia dekat dengan anggota senat Rusia Alexander Torshin, yang juga menjadi wakil ketua Bank Sentral Rusia. Torshin pun memiliki hubungan dekat dengan National Rifle Association (NRA), hingga membuat Maria Butina menjadi "asisten khusus yang tak dibayar".

Tetapi keterlibatannya dengan NRA telah membuatnya bermasalah dengan otoritas AS. Dilansir BBC, Butina memulai perjalanan ke AS untuk konvensi NRA. Namun, kunjungannya ini ditunggangi dengan rencana yang disebut The Diplomacy Project. Rencana ini bertujuan untuk membangun saluran tidak resmi yang ingin mempengaruhi kebijakan AS.

Pada 2015, ia menghadiri acara kampanye Presiden Donald Trump di Las Vegas. Dalam acara itu, Butina menanyakan pandangan presiden tentang sanksi AS di Rusia. Pada akhir tahun 2015, ia juga mengundang pejabat NRA ke Moskow, dan mengadakan pertemuan dengan pejabat tinggi pemerintah Rusia yang diselenggarakan oleh Torshin. Dan pada 2016, ia memiliki visa pelajar untuk gelar Master di American University di Washington DC.

Butina kemudian kembali ke AS dengan visa pelajarnya. Namun pada Juli 2018 ia ditangkap atas tuduhan terlibat spionase, meskipun ia tidak memiliki keterkaitan dengan badan-badan intelijen resmi Rusia. Media di Amerika Serikat menuding Butina sebagai mata-mata Rusia dan dituduh melakukan perdagangan seks untuk mendapatkan informasi politik.

Setelah menjalani masa tahanan selama sembilan bulan di penjara Tallahassee Florida, yang sebagian besar dihabiskannya di sel isolasi, Butina akhirnya mengakui kejahatannya dan dijatuhi hukuman 18 bulan penjara dikurangi masa tahanan sebelumnya. Saat itu, ia mengaku bersalah dan menyesal telah berkonspirasi dengan pejabat Rusia untuk membangun jalur komunikasi tak resmi dengan pejabat Amerika yang memiliki kekuatan dan pengaruh atas politik di Negeri Paman Sam itu.

Maria Butina (BBC)

Baca Juga: Drama Assassin China: Saling Sewa Pembunuh untuk Eksekusi Target

Awalnya, Butina dijadwalkan bebas pada awal November mendatang, namun adanya perubahan pada aturan hukum federal AS membuatnya dibebaskan lebih awal dengan alasan berperilaku baik. Butina akhirnya dibebaskan oleh pemerintah Amerika Serikat pada Jumat (25/10). Satu hari usai pengumuman bebasnya, ia langsung terbang ke Moskow, setelah dideportasi dari Miami.

Sesampainya di Moskow, Butina disambut oleh banyak orang dengan berteriak, "Rusia tak akan menyerah". "Saya tidak menyerah karena saya tahu saya tidak mendapatkan hak. Rusia tak akan menyerah!" ujar Butina saat tiba di Sheremetyevo, Moskow.

Butina merasa bahagia karena telah pulang ke rumahnya. Ia menyampaikan terima kasihnya kepada warga dan pemerintah Rusia. "Saya sangat bersyukur kepada semua orang yang mendukung saya, kepada warga yang menolong dan menuliskan surat. Terima kasih kepada kementerian luar negeri dan para diplomat yang setiap hari berjuang di sisi saya," kata perempuan berambut pirang itu, dikutip dari AFP, Minggu (27/10/2019).

FBI mengatakan Butina telah berencana untuk menggunakan kelompok-kelompok politik, termasuk NRA, untuk membangun komunikasi back channel dengan tokoh-tokoh resmi dengan tujuan akhir mempengaruhi kebijakan luar negeri AS yang bakal mendukung Rusia.

Penangkapan Butina ini menyulut kemarahan Presiden Rusia Vladimir Putin. Pemimpin 67 tahun itu menegaskan, Butina tidak menjalankan perintah apapun dari dinas keamanan Rusia. Rusia juga menyatakan tuduhan terhadap Butina dibuat-buat dan ia ditangkap karena alasan yang bermotivasi politik.

Moskow menuduh Washington memaksa Butina membuat pengakuan dalam kasus yang dianggap menggelikan tersebut. Kasus itu pun menambah buruk hubungan antara Rusia dan AS yang sudah di level terendah akibat krisis Suriah hingga penahanan mantan Marinir AS Paul Whelan atas tuduhan mata-mata. 

Tags : rusia
Rekomendasi