Pengunduran diri itu disampaikan oleh Hariri saat berbicara di hadapan publik usai massa loyal terhadap gerakan Hizbullah Muslim Syiah dan Amal, menyerang dan menghancurkan kamp protes yang didirikan pengunjuk rasa anti-pemerintah di Beirut, ibu kota Lebanon.
"Selama 13 hari rakyat Lebanon menunggu sebuah keputusan bagi jalan keluar politik untuk menghentikan keadaan yang memburuk. Dan saya sudah mencoba untuk menemukan jalan keluar, dengan mendengarkan suara rakyat," ujar Hariri dalam pidatonya, dikutip BBC, Rabu (30/10/2019).
"Sudah saatnya bagi kita untuk memiliki kejutan besar guna menghadapi krisis. Kepada semua mitra dalam kehidupan politik, tanggung jawab kita hari ini adalah bagaimana kita melindungi Lebanon dan menghidupkan kembali ekonomi". Ia juga mengatakan akan mengajukan surat pengunduran dirinya ke Presiden Michel Aoun, demikian dilansir Reuters.
Pengunduran diri Hariri ini menunjukkan memanasnya ketegangan politik yang mungkin akan mempersulit pembentukan pemerintah baru yang diharapkan mampu mengatasi krisis ekonomi terparah Lebanon sejak perang saudara pada 1975-1990 itu. Pengunduran diri itu bertentangan dengan keinginan Hizbullah, salah satu kelompok paling berpengaruh di Lebanon, yang berkeras agar Hariri tetap berada di posnya demi menghindari kevakuman kekuasaan.
Puncak demonstrasi Lebanon
Selama dua pekan terakhir, Lebanon dilumpuhkan oleh gelombang protes yang belum pernah terjadi sebelumnya. Aksi protes ini mulanya dipicu oleh rencana pemerintah yang akan mengenakan tarif telepon dalam aplikasi WhatsApp. Meski sudah dibatalkan, aksi protes meluas dan menyasar pada korupsi politik dan masalah ekonomi.
Lebanon menghadapi keterpurukan akibat krisis ekonomi. Tingkat utang Lebanon menjadi salah satu tertinggi di dunia. IMF memperkirakan defisit fiskal Lebanon akan mencapai 9,8 persen dari GDP pada tahun ini dan 11,5 persen pada 2020.