Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo bilang, angin puting beliung merupakan angin kencang yang biasa terjadi saat pancaroba, baik peralihan dari musim penghujan maupun sebaliknya. Untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat, Agus mengingatkan ciri-ciri bencana puting beliung. Menurutnya, kejadian puting beliung lebih sering terjadi pada saat siang atau sore hari.
“Masyarakat dapat mengenali tanda-tanda akan terjadinya fenomena puting beliung, seperti udara panas pada malam hingga pagi, terlihat pertumbuhan awan cumulus, serta hembusan udara dingin,” terang Agus, dalam keterangan resmi yang diterima Era.id, Jumat (1/11/2019) .
Awan cumulus berbentuk berupa gumpalan seperti bunga kol, warnanya abu-abu dengan tinggi menjulang. Puting beliung ditandai dengan kemunculan awan ini pada pada pagi maupun sore hari. Memasuki bulan November ini, Agus mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap potensi cuaca ekstrem.
“BMKG menginformasikan bahwa perlu kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem seperti puting beliung, hujan es, hujan lebat disertai petir dan angin kencang pada periode transisi musim atau pada November hingga Desember,” katnya.
Sementara potensi gelombang tinggi selama November perlu diwaspadai di perairan barat Sumatera hingga selatan Bali dan Nusa Tenggara Barat.
“Di samping potensi bahaya karena iklim dan cuaca, warga diimbau selalu waspada terhadap potensi ancaman bahaya gempa bumi. Bahaya ini tidak dapat diperkirakan sehingga kita harus selalu waspada dan siaga,” kata Agus.
BNPB mencatat, bencana angin puting beliung masuk dalam jenis bencana hidrometeorologi. Dari Januari hingga Oktober 2019, bencana hidrometeorologi lebih mendominasi di Indonesia, yakni 98%. Bencana puting beliung sendiri mencapai 964 kali.
Puting beliung mengakibatkan tidak hanya kerusakan tetapi juga korban jiwa. Data BNPB hingga akhir Oktober 2019 mencatat 16 jiwa meninggal dunia dan 2 lainnya hilang, sedangkan 177 jiwa mengalami luka-luka.
Kerusakan rumah hingga mencapai puluhan ribu. Rumah rusak berat mencapai 1.794 unit, rusak sedang 2.978 dan rusak ringan 17.816. Kerusakan di sektor lain, seperti pendidikan sejumlah 115 unit, peribadatan 93 dan kesehatan 15.mBencana hidrometeorologi lain yang terjadi yaitu banjir, tanah longsor dan kekeringan. BNPB mencatat 673 kali banjir, 631 longsor dan 121 kekeringan. Banjir mengakibatkan korban meninggal 254 jiwa dan hilang 101, sedangkan tanah longsor mengakibatkan korban meninggal 108 dan 6 orang hilang.
“Meskipun kekeringan tidak mengakibatkan korban dan kerusakan, tetapi jumlah populasi yang terdampak tertinggi pada jenis bencana ini yaitu lebih dari 3,8 juta,” papar Agus.