Soemardja Book Fair 2019 diikuti 15 pelapak buku. Mereka menyuguhkan judul-judul buku yang bervariatif. Selain itu, pameran dimeriahkan oleh bedah buku dari puluhan penulis, pegiat komunitas, penerbit, dan akademisi untuk menjadi pembicara dalam diskusi dan lokakarya di sepanjang pameran.
Koordinator Acara Soemardja Book Fair 2019 Taufik Ramadhan Barli bilang, ada beberapa tujuan digelarnya Soemardja Book Fair 2019.
Baca Juga: Menelusuri Jejak Kopi di Nusantara
Pertama, kata Taufik, mengenalkan sosok Syafe’i Soemardja yang merupakan Ketua Pelaksana Pendirian Institut Teknologi Bandung. Galeri Soemardja, yang berdiri atas namanya, merupakan galeri universitas tertua di Indonesia.
“Kegiatan ini merupakan wujud peran Galeri Soemardja dalam memajukan dunia perbukuan,” terang Taufik, Senin (4/11/2019).
Kedua, sejak tahun 2017, Soemardja Book Fair mempertahankan konsistensinya menjadi ruang temu antara pelapak buku, penulis, komunitas, dan masyarakat umum. Ketiga, SBF kami harapkan menjadi alternatif bursa buku di Kota Bandung. Meskipun kegiatan ini digelar di dalam kampus, kegiatan ini terbuka untuk umum.
Pada gelaran tahun ketiga, Soemardja Book Fair mengusung tema “Potensi Literasi di Era 4.0”. “Tema ini sangat relevan dengan kondisi hari ini. Zaman revolusi industri dan segala perubahan yang menyertainya akan memberi dampak pada berbagai sektor kehidupan, termasuk sektor literasi,” terangnya.
Kini Soemardja Book Fair menghadapi generasi baru di mana teknologi sudah dikenal pada usia yang sangat muda. Hal ini memunculkan tantangan sendiri, khususnya soal plagiat dan pembajakan.
Bagi para penulis, tindak plagiat yang dilakukan oleh oknum, makin sering ditemui. Bagi para penerbit, perkara pembajakan buku lewat menyebarnya e-book digital dan cetak, membuat mereka rugi. Apalagi belum ada penindakan serius pada kasus tersebut hingga saat ini.
“Fenomena plagiat maupun pembajakan buku akan menjadi kami angkat dalam rangkaian diskusi Soemardja Book Fair,” katanya.