Sebelum menutup raker, keempat komisioner KPK kompak berpesan pada Komisi III agar bisa terus menjaga lembaga antirasuah dengan ikut mendukung program pemberantasan korupsi.
"Pesan kami tetap, mohon bapak ibu Komisi III tidak henti hentinya, tidak lelah selalu mendukung pencegahan dan pemberantasan korupsi terima kasih," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif juga mengucapkan terima kasih dan meminta maaf jika ada hal-hal yang kurang berkenan selama empat tahun ini. Ia berharap ke depannya Komisi III bisa terus menjaga KPK.
"Jika ada kebaikan pada periode kami mudah mudahan itu juga dapat dilanjukan oleh penerus kami. Yang terakhir tolong bapak-bapak menjaga KPK," kata Laode.
Pesan Khusus KPK untuk Komisi III
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebutkan beberapa hal yang berkaitan dengan pembenahan di internal KPK. Ia berharap Komisi Hukum DPR bisa terus mengawalnya ke depan.
Pertama, terkait dengan Sumber Daya Manusia (SDM) di KPK yang selama ini dinilai masih kurang memadai. Apalagi KPK memiliki syarat yang cukup tinggi. Misalkan, idealnya KPK menbutuhkan jaksa minimal 120 orang, namun hanya 60 orang saja yang mengikuti tes dan yang lolos hanya 10 orang.
Selain itu, kata Laode, kasus korupsi semakin canggih bahkan terkadang institusinya tidak bisa mendeteksi karena akibat teknologi maju. Karena itu dibutuhkan regenerasi penyelidik dan penyidik ke depannya, misalnya semua kasus korupsi yang besar pasti ada komponen luar negeri dan SDM di KPK yang bisa berhubungan dengan pihak luar negeri sangat sedikit.
"Jadi second line komisioner yang akan datang, para deputi dan direktur harus paham modus kasus korupsi. Saya contohkan KTP Elektronik ada lima negara untuk mendapatkan barang bukti yang paling banyak, dan yang paling banyak diperoleh di Amerika Serikat dan Singapura," ujar Laoden
Kedua, terkait dengan hubungan antar lembaga khususnya Kepolisian dan Kejaksaan Agung. Laode mengatakan hubungan antara KPK dengan dua lembaga penegak hukum ini perlu ditingkatkan dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pasalnya, selama ini KPK merasa ada fungsi supervisi dan koordinasi yang dilakukan lembaga antirasuah namun tidak semua kasus hukum yang dikoordinasikan di lembaga lain, dapat segera selesai.
"Terus terang kalau untuk mengambil alih boleh menurut hukum, namun ya kami saling menghargai sesama lembaga. Itu gampang diucapkan namun pada kenyataannya susah," ujarnya.
Ketiga berkenaan dengan fungsi pencegahan, harus perlu ditingkatkan, terutama yang berhubungan dengan pembangunan sistem sehingga bukan hanya sekedar kampanye.
Menurut Laode, masing-masing kementerian memiliki sistem sendiri sementara Presiden Jokowi menggadang-gadang sistem "online single submition".
"Kalau misalnya Presiden mau 'streamline', tentukan satu, saya pikir itu akan lebih bagus. Kalau online single submition menjadi lima jangan salahkan investor tidak mau masuk, dan juga bukan over regulasi kadang karena memang yang dibuat pemerintah beda-beda dan itu ada di komando eksekutif," kata Laode.
"Itu kelemahan-kelemahan yang masih ada di KPK," pungkasnya.