Antisipasi Gempa di Jakarta Bukan Prioritas

| 26 Jan 2018 09:10
Antisipasi Gempa di Jakarta Bukan Prioritas
Ilustrasi. (era.id)
Jakarta, era.id - Getaran besar dari titik gempa Lebak, Banten terasa hingga Jakarta. Kekuatannya mencapai 6,1 skala ritcher. Aktivitas perkantoran dan proses belajar-mengajar berhenti seketika. Karyawan dan anak sekolah menyelamatkan diri berhamburan ke luar gedung.

Yang jadi pertanyaan, sesiap apa kota ini hadapi bencana, terutama gempa? Merujuk pada gempa yang terjadi Selasa (22/1) lalu, era.id punya pengalaman saat ada di gedung perkantoran di kawasan Rasuna Said. Tidak ada panduan dari pengelola gedung harus lari ke arah mana orang-orang. Akhirnya arah lari lebih kepada insting saja.

Tapi buat Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta, Jupan Royter, pihaknya sudah rutin menggelar edukasi penanganan bencana. Latihan ini sering digelar bahkan jauh sebelum gempa yang berpusat di Lebak itu terjadi.

"Ada program pelatihan (antisipasi gempa) di semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dinas sosial, kecamatan dan kelurahan," kata Jupan kepada era.id melalui sambungan telepon, Kamis (25/1/2018).

Pelatihan untuk sejumlah SKPD itu berkaitan dengan pengendalian dampak bencana, mulai dari proses evakuasi hingga tindakan pertama saat bencana alam menghadang. "Terkait risiko bencana, tangga darurat, berkaitan dengan edukasi masyarakat," lanjutnya. 

Setelah jajaran kecamatan dan kelurahan mendapat pelatihan, seharusnya disosialisasikan lagi ke lapangan. Mereka wajib memberikan penyuluhan kepada warga. Ilmu penanggulangan dampak bencana yang diserap dari BPBD harus juga ditularkan ke warga supaya mereka sigap jika kejadian itu terjadi.

"Di kelurahan dan kecamatan, mereka yang mengakomodir buat warga," urainya.

Infografis (Wildan/era.id)

Menurut Jupan, pelatihan untuk SKPD berlangsung setahun sekali. Dampak gempa, diakui Jupan, bukan jadi prioritas utama. Alasannya, tanah longsor, banjir, pohon tumbang dan kebakaran lebih sering terjadi di ibu kota. 

Padahal kota ini jelas-jelas bukannya steril dari bencana gempa. Ratusan tahun silam tahun 1699, sebelum berganti Jakarta, Batavia dihantam gempa 7 MMI (Modified Mercalli Intensify). MMI adalah salah satu satuan untuk mengukur kekuatan gempa bumi.  Jika dikonversi pada satuan Magnitude Momen, sekitar 8-9. Saat itu sudah pasti belumlah ada gedung-gedung pencakar langit. Jumlah penduduknya pun tentu tidaklah sepadat sekarang. Tapi kerusakan yang ditimbulkan cukup parah.

Data BPBD Jakarta terakhir menyebutkan, selama kurun waktu November hingga Desember 2017, ibu kota mengalami 118 bencana. Klasifikasi meliputi 48 kejadian kebakaran, 50 pohon tumbang, 11 banjir, dua tanah longsor dan tujuh kejadian luar biasa.

Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono menegaskan, sepatutnya antisipasi terhadap terjadinya bencana alam harus rutin digelar. Warga Jakarta harus siap saat bencana datang.

Kerugian yang lahir dari bencana alam tidak dapat diprediksi. Misalnya, kecelakaan saat panik keluar gedung dan kerugian material yang ditimbulkan. Buyarnya karyawan menyelamatkan diri saat gempa Lebak dua hari lalu, kata Daryono, sepatutnya jadi evaluasi.

"Jakarta itu masyarakatnya harus disiapkan, jangan hanya mengantisipasi banjir saja. Harus ada sosialisasi, pelatihan menghadapi simulasi gempa, bagaimana menghadapai gempa saat di dalam gedung," ucap Daryono.

Tags : gempa