Penurunan Tanah di Bandung Bisa Ganggu Proyek Infrastruktur

| 14 Dec 2019 13:58
Penurunan Tanah di Bandung Bisa Ganggu Proyek Infrastruktur
Diskusi “Menguak Lebih Jauh Fenomena Land Subsidence Bandung” (Iman Herdiana/Era.id)

Bandung, era.id - Sejumlah daerah di Bandung Raya mengalami penutunan tanah (land subsidence) antara 5 cm sampai 20 centimeter per tahun. Penurunan tanah salah satunya terjadi di Gedebage yang menjadi salah satu titik proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Kendati demikian, Andiani, Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Badan Geologi, bilang fenomena penurunan tanah bisa diatasi dengan rekayasa teknologi. Rekayasa ini untuk mengantisipasi amblasan tanah. Sehingga penurunan tanah tidak berubah menjadi bencana seperti kerusakan bangunan dan banjir.  

Menurutnya, pemerintah atau pihak terkait pembangunan kereta cepat harus memikirkan segala potensi bencana, termasuk penurunan tanah. 

“Itu yang perlu dipikirkan oleh pemda, apakah tetap melakukan (pembangunan). Kami tidak akan melarang karena rekayasa tetap bisa dilakukan, tapi kemudian kembali lagi rekayasa memerlukan cost luar biasa, ini juga perlu dipertimbangkan, tentunya cost itu juga menjadi beban masyarakat,” kata Andiani, di sela diskusi “Menguak Lebih Jauh Fenomena Land Subsidence Bandung” di Museum Geologi, Bandung, Jumat (13/12/2019).

Kata Andiani, Badan Geologi tidak berwenang mengeluarkan larangan atau perintah. Pihaknya hanya bertugas memberikan analisa dan rekomendasi geologi. Daerah yang mengalami penurunan tanah memang masih bisa dilakukan pembangunan. Tentu pembangunan tersebut harus memerhatikan kaidah konstruksi yang siap menghadapi bencana penurunan tanah. Misalnya, teknik rekayasa bangunan saat ini punya banyak model membangun fondasi yang disiapkan untuk menghadapi penurunan tanah.

Sementara hasil penelitian tim geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) menunjukkan, penurunan tanah dengan kecepatan tinggi terjadi di Cimahi, Dayeuhkolot, Baleendah, Gedebage, Kopo, Majalaya, Banjaran dan Rancaekek. Di kawasan ini penurunan tanah terjadi sampai 20 cm per tahun.

Penelitian yang dirilis Tim Geodesi ITB itu dilakukan Irwan Gumelar, Heri Andreas, Teguh P Sidiq, Hasanuddin Z Abidin, dan Yoichi Fukuda (Jepang). Penelitian ini menyebut pengambilan air tanah secara berlebihan sebagai penyebab penurunan tanah di wilayah Bandung Raya.

Imam A. Sadisun dari Masyarakat Geologi Teknik Indonesia bilang, dengan adanya fenomena penurunan tanah apakah pembangunan di Cekungan Bandung (Bandung Raya) masih bisa dilanjutkan? Termasuk pembangunan Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC).

Menurutnya, solusinya ada pada rekayasa teknik sipil. Imam sudah melihat pembangunan di salah satu titik kereta cepat di kawasan Tegal Luar, Gedebage. Pembangunan diawali dengan penyedotan air tanah. Dengan begitu tanah menjadi turun hingga 4 meter. Selanjutnya tanah diuruk kembali. Di atas urukan tanah ini disiapkan untuk bangunan kereta cepat.

“Saya pikir itu kerja ekstra. Jadi ada solusi dari sisi rekayasa. Hanya saja harganya mahal. Untuk masyarakat awam penting memahami ada rekayasa mahal itu. Harus dilakukan adaptasi oleh masyarakat yang tinggal di daerah yang mengalami penurunan tanah,” kata Imam.

Dalam diskusi terungkap, faktor penurunan tanah di Bandung Raya penyebabnya beragam, mulai dari kepadatan penduduk dan bangunan, pengambilan air tanah berlebihan, kondisi alami geologi, dan pengaruh sesar atau patahan gempa bumi. Badan Geologi mengakui perlu dilakukan penelitin faktor mana yang dominan mempercepat penurunan tanah.

Tags : kereta cepat
Rekomendasi