Daryono meyebutkan, masyarakat yang berdiri di jenis tanah lunak itu berpotensi merasakan guncangan gempa besar meski titik pusat gempa berada ratusan kilometer jaraknya.
Selain itu, potensi gempa besar di zona subduksi Selat Sunda, kata Daryono, dapat menjadi ancaman Jakarta. Kekuatannya bisa mencapai 9 magnitudo moment (mw), lantaran gesernya lempeng Indo-Australia yang membelit ke bawah lempeng Eurasia.
"Jakarta tanahnya lunak. Tanah lunak itu bisa memicu terjadinya amplifikasi, perbesaran getaran. Jadi faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan itu kan banyak hal, ada kekuatan gempa, jarak dari sumber gempa, kemudian kondisi tanahnya, kalau lunak biasanya memperbesar terjadinya gempa," ujar Daryono kepada era.id, Jumat (26/1/2018).
"Kualitas bangunan di situ, kalau kualitasnya tidak memenuhi standar akan mengalami kerusakan," lanjut Daryono.
Daryono menilai, potensi gempa besar yang terjadi di Selat Sunda bisa mencapai lebih dari 8 VII MMI --Modified Mercalli Intensity atau skala kekuatan gempa bumi--. Efeknya di Jakarta sampai tingkat kerusakan 7 VII MMI. Saat itu, konstruksi bangunan buruk menjadi retak-retak, bahkan hancur.
"Jelas bisa sampai di atas 8 VII MMI. Kalau di Selat Sunda terjadi sampai Jakarta bisa 7 VII MMI, itu sudah menimbulkan kerusakan besar," lanjutnya.
Ahli Geologi Gempa Bumi LIPI, Danny Hilman Natawidjaja menambahkan, konstruksi gedung di ibu kota diharapkannya sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). Maksudnya, lanjut Danny, untuk mengantisipasi kerugian yang dihadapi saat gempa bumi terjadi mengingat potensi munculnya gempa besar di Jakarta.
Prosedur SNI yang dia maksud adalah SNI 1726 2012 terkait tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung. Perhatian Danny turut mengarah ke kontraktor bangunan. Kontaktor wajib memahami SNI, salah satunya terkait beban minimum untuk perencanaan bangunan gedung.
"Kalau ketahanan gempa, menurut saya di hampir semua kota itu konstruksinya sedikit banyak tidak memenuhi syarat tahan gempa sekarang ini. Termasuk di Jakarta," kata Danny.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian PUPR Danis Sumadilaga menambahkan, peraturan untuk gedung maupun kontraktor juga mengacu pada SNI 2847 tentang persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung. Anjurannya seiring kontinuitas gempa di Indonesia yang sering terjadi di Indonesia.
Data Kemen PUPR menyebutkan, 8.693 gempa terjadi di tanah air selama kurun waktu 2017, 208 gempa di antaranya berkekuatan di atas 5 SR.
Sebab itu, Danis berharap, gedung di atas 8 lantai, teratur memeriksa keamanan bangunan melalui tahap pengujian yang telah direncanakan. Dia menilai, bangunan dan ruko dua lantai dapat ambruk apalagi gedung bertingkat. Menurut Danis, struktur bangunan dapat berpotensi rusak akibat digoncang gempa.
Pendataan akan bangunan yang berpotensi ambruk itu semestinya dilakukan selama 5 tahun sekali. Contoh mudahnya, kata Danis, melihat visual gedung seperti keretakan pada tembok serta kemiringan gedung.
"Ada yang rutin setiap 5 tahun, secara visual aja secara sederhana apakah ada yang retak, atau miring itu yang terutama ya. Paling mudah kita lakukan," kata Danis di Kementerian PUPR, Jalan Patimura, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.