Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sudah mengeluarkan perintah agar kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring atau dari rumah. Selain itu, pemerintah juga meniadakan Ujian Nasional (UN) tahun ini.
"Situasi ini membawa dampak kepada rencana UN di tahun 2020. Ada 8,3 juta siswa yang harusnya mengikuti UN dari 106 ribu satuan Pendidikan di seluruh tanah air," ujar Jokowi di Jakarta, Selasa (24/3/2020).
Jokowi mengatakan, keputusan membatalkan UN ini sebagai bagian dari respon atas wabah COVID-19 yang salah satunya adalah menerapkan social distancing.
"Peniadaan UN menjadi penerapan kebijakan social distancing (pembatasan sosial) untuk memotong rantai penyebaran virus korona SARS 2 atau COVID-19," tegas Jokowi.
Sebelumnya, keputusan untuk membatalkan UN sudah dibahas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dengan Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan.
Rapat ini digelar secara virtual pada Senin, 23 Maret dan hasilnya, menurut Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Kemendikbud kini mengkaji opsi pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) untuk menggantikan Ujian Nasional.
Selain itu, ada juga opsi menentukan metode kelulusan dengan menggunakan nilai kumulatif dari rapor atau laporan hasil belajar siswa.
"Dari rapat konsultasi via daring antara Komisi X dan Mendikbud Nadiem Makarim maka disiapkan berbagai opsi untuk menentukan metode kelulusan siswa, salah satunya dengan nilai kumulatif dalan rapor," kata Syaiful dalam keterangan tertulisnya.
Kesepakatan soal peniadaan Ujian Nasional ini, menurut Syaiful, diambil setelah melihat penyebaran COVID-19 makin masif terjadi. Padahal, jika sesuai jadwal maka UN SMA harusnya akan dilaksanakan pada pekan depan, sementara UN SMP dan SD akan dilaksanakan pada bulan April.
"Penyebaran wabah COVID-19 diprediksi akan terus berlangsung hingga April. Jadi tidak mungkin kita memaksakan siswa untuk berkumpul melaksanakan UN di bawah ancaman wabah tersebut. Sehingga kita sepakat UN ditiadakan," ucapnya.