Hasil tersebut bagai sebuah refleksi, bangsa ini belum berpihak pada generasi penerus dan masih hidup untuk generasinya masing-masing.
Dalam survei yang dilakukan sejak 2013 hingga 2017, diklasifikasikan lima mortalitas kematian bayi. Pertama, kematian neonatum atau peluang terjadinya kematian pada nol sampai 28 hari pasca kelahiran. Dalam indikator itu, angka kematiannya mencapai satu anak per seribu kelahiran (1,5%).
Yang kedua adalah post neonatum atau peluang kematian di selisih antara kematian bayi dan kematian neonatum atau satu sampai sebelas bulan, yang dalam SDKI tercatat (0,8%). Selanjutnya adalah kematian bayi; yakni peluang kematian di usia nol sampai sebelas bulan, yang tercatat (2,4%).
Lalu, di rentang usia satu sampai empat tahun, atau yang diklasifikasikan sebagai kematian anak yang tercatat (0,7%). Dan yang terakhir adalah kematian balita, yakni peluang kematian sebelum mencapai usia lima tahun yang mencatatkan angka tertinggi (3,6%).
"Angka kematian anak di Indonesia pada periode lima tahun sebelum survei diperoleh, hasil angka kematian neonatum sebesar 15 per seribu kelahiran hidup, angka kematian bayi sebesar 24 per seribu kelahiran hidup, dan angka kematian balita sebesar 32 per seribu kelahiran hidup," tulis BPS dalam data rilis yang diakses era.id, Jumat (2/2/2018).
Berdasar hasil suvei, tingginya angka kematian balita rata-rata disebabkan sejumlah penyakit, seperti ISPA (infeksi saluran pernapasan akut), panas tinggi hingga diare. Terkait hal itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus berupaya untuk mengobati tiga penyakit di atas dengan sosialisasi dan penyaluran obat gratis bagi masyarakat.
Penanganan tiga penyakit tersebut memang belum optimal. Sebab, merujuk pada data, dari 693 balita penderita ISPA, 86 persen di antaranya telah mendapat pengobatan. Untuk bayi yang menderita panas, angka penanganan medisnya pun belum optimal karena masih berada di angka 85 persen.
Penanganan diare bagi balita jadi yang terparah. Sebab, dari 2.328 balita penderita diare, hanya 74 persen di antaranya yang telah mendapatkan pengobatan.
(Infografis: Mia Kurniawati/era.id)