ERA.id - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Budi Iman Santoso mengatakan persalinan gratis di rumah sakit (RS) menjadi kunci untuk menekan angka kematian ibu (AKI).
Dia mengambil pelajaran dari negara Nepal, Asia Selatan, yang dapat menurunkan AKI hingga 20 persen dalam waktu 10 tahun.
“Di Nepal, negara yang tercatat lebih miskin dari DKI Jakarta, 10 tahun bisa menurunkan angka kematian ibu di bawah 20 persen, sedangkan kita masih di atas itu. Mereka simpel saja kebijakannya, pertama, semua persalinan harus dilakukan di RS yang terakreditasi, kedua, tenaganya harus penolong yang kompeten, dan yang ketiga, gratis,” kata Budi ditemui usai mengisi kuliah umum di FKUI, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis kemarin.
Menurutnya, perlu kebijakan dan regulasi yang tegas untuk mengatur sistem rujukan bagi ibu hamil dan melahirkan, sehingga dapat menekan AKI di Indonesia, yang berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per 18 Juli 2023 masih berada di angka 189 per 1.000 kelahiran.
“Itu simpel, tetapi kenapa kok enggak mau dikerjakan, jadi kembali lagi pada regulasi, siapa yang bisa mengatur. Seperti jenjang rujukan, ibu ditolong dulu di puskesmas, kalau udah enggak bisa, turun lagi, enggak bisa, naik lagi ke atas, mati sudah ibunya. Orang hamil, maka saya tegaskan, tidak ada jenjang rujukan. Hamil, mulas, itu sudah gawat darurat, kirim ke RS yang punya fasilitas, jangan ke puskesmas dulu,” paparnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyebutkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 1.000 perempuan di Indonesia, yang sudah pernah hamil dan melahirkan di usia 15-19 tahun ada 26 orang, sedangkan berdasarkan data BKKBN setiap 1.000 perempuan, yang sudah pernah hamil dan melahirkan pada usia yang sama ada 19 orang.
Kehamilan di usia muda tersebut, menurutnya, menjadi salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia, sehingga Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang di dalamnya mengatur tentang pemberian kontrasepsi bagi pasangan usia subur (PUS) dapat menjadi langkah yang baik.
"Ini baru 1.000 ya, bayangkan kalau ada 100.000 perempuan, berarti ada 1.900 yang sudah pernah hamil dan melahirkan di usia 15-19 tahun. Itu banyak lho jumlahnya, bayangkan kalau tidak diatur dengan undang-undang atau PP dan tidak diberikan kontrasepsi, bisa memicu risiko," ucapnya.
Ia menjelaskan berbagai risiko yang terjadi akibat kehamilan yang terlalu muda, di antaranya dapat meningkatkan AKI dan angka kematian bayi (AKB), kelahiran prematur, hingga bayi dengan berat badan bayi lahir rendah (BBLR).