Seharusnya Indonesia Tiru Korsel Hadapi COVID-19

| 25 Mar 2020 14:20
Seharusnya Indonesia Tiru Korsel Hadapi COVID-19
Presiden Jokowi pimpin langsung satgas penanggulangan COVID-19. (ANTARA/HO)
Jakarta, era.id - Pandemi COVID-19 telah memasuki rekor tertinggi di berbagai belahan negara, salah satunya adalah Korea Selatan yang langsung mengalami lonjakan kasus dalam satu hari. Lonjakan ini terjadi sekitar akhir Februari hingga awal Maret, yang membuat Pemerintah Korsel gencar melakukan berbagai langkah maju untuk menghentikan penyebaran virus.

Pada 29 Februari, tenaga medis Korea Selatan melaporkan 909 kasus baru dalam satu hari. Namun, kurang dari seminggu angkat tersebut berhasil ditekan dalam jumlah yang jauh lebih sedikit di hari-hari berikutnya. Bahkan dari ratusan kasus baru berubah menjadi puluhan kasus saja dalam satu hari.

Korea Selatan menjadi negara nomor dua yang mengalami lonjakan luar biasa setelah Wuhan, China. Langkah cepat dan tindakan nyata dari Pemerintah Korea Selatan membuat berbagai negara ingin meniru dan mengikutinya. Salah satunya ialah Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Swedia Stefan Lofven.

Kedua negara tersebut memutuskan untuk berbincang dengan Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in dalam menangani pandemi global tersebut. Bahkan aksi cepat tanggap dari Korea Selatan diapresiasi oleh Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus. Tedros memuji dan mendesak negara lain untuk meniru langkah dari Korea Selatan menghadapi pandemi global tersebut.

Lalu, langkah apa saja yang diambil oleh Pemerintah Korea Selatan? Berikut ini adalah langkah-langkah yang bisa ditiru oleh berbagai negara, termasuk Indonesia.

1. Aksi cepat tanggap sebelum krisis datang

Seminggu setelah lonjakan kasus pertama datang, Pemerintah Korea Selatan melakukan pertemuan dengan perwakilan perusahaan medis untuk segera mungkin mengembangkan alat uji coba COVID-19 dan melakukan produksi secara massal.

Berselang dua minggu, ribuan test kit pun mulai dikirim setiap hari. Para petugas dan pejabat pun melakukan aksi darurat di daerah Daegu, salah satu daerah asal COVID-19 menyebar secara luas di Korea Selatan.

"Korea Selatan dapat menangani ini tanpa membatasi pergerakan orang karena kami tahu sumber utama infeksi, jemaat gereja, sejak dini. Jika kita mempelajarinya lebih lambat dari yang kita lakukan, segalanya bisa jauh lebih buruk," kata Ki Mo-ran, seorang ahli epidemiologi seperti dikutip dari NYTimes.

Korea Selatan menetapkan wabah ini sebagai darurat nasional, sama seperti wabah sindrom pernapasan dari Timur Tengah tahun 2015. Wabah korona ini memiliki gejalanya yang sedikit lambat sebelum dinyatakan positif. Hal ini lah yang membuat Pemerintah Korea Selatan bertindak cepat menekan angka kasus.

"Karakteristik virus seperti itu membuat membuat respon normal, yang menekankan pengurangan dan isolasi tidak efektif. Begitu tiba, cara lama [penanganan virus Timur Tengah] tidak efektif dalam menghentikan penyebaran penyakit," kata wakil menteri kesehatan Korea Selatan, Kim Gang-lip.

2. Tes awal sesering

Korea Selatan telah melakukan sedikitnya 300.000 tes setiap harinya kepada seluruh penduduk Korea Selatan. Bahkan bisa dikatakan Korea Selatan ialah negara yang telah melakukan tes terbanyak dibandingkan negara lain. Korea Selatan lebih banyak beraksi dan mencegah bagi tiap orang yang telah dinyatakan terinfeksi.

"Pengujian itu penting karena mengara pada deteksi dini, ini meminimalkan penyebaran lebih lanjut dan dengan cepat mengobati yang telah terinfeksi virus. Itu sebagai kunci negara kami sangat rendah tingkat kematiannya," ujar Kang Kyung-wha selaku menteri luar negeri Korea Selatan.

Selain itu, Pemerintah Korea Selatan juga membuka 600 pusat pengujian yang berfungsi untuk menyaring lebih banyak orang secepat mungkin, dan menjaga petugas kesehatan untuk tetap aman dengan meminimalkan kontak langsung.

Langkah maju selanjutnya ialah penyediaan 50 stasiun drive-through, yang melakukan pengujian sample tes kepada warga tanpa meninggalkan mobil mereka. Warga akan diberikan kuesioner dan pengecekan suhu tubuh serta swab tenggorokan. Proses ini hanya memakan waktu 10 menit dengan hasil tes yang keluar beberapa jam setelahnya.

Pemerintah Korea Selatan juga menyediakan beberapa bilik untuk melakukan tes terhadap virus korona di beberapa jalan. Bilik tersebut menyerupai bilik telepon umum transparan. Petugas kesehatan pun akan melakukan pengujian tes dengan menggunakan sarung tangan karet tebal yang terpasang di bilik tersebut. Untuk sesi kuesioner, petugas menggunakan sebuah telepon yang tersambung ke dalam bilik.

Bentuk kerja sama dan aksi cepat terkait tes awal ini juga didukung oleh pelaku bisnis dibidang perkantoran, hotel serta bangunan besar yang menggunakan kamera termal untuk mengidentifikasi suhu seseorang. Sementara itu, untuk para pendatang dari luar negeri diwajibkan untuk mengunduh sebuah aplikasi yang memandu mereka untuk mengetahui gejala awal COVID-19.

3. Pelacakan kontak, isolasi, dan pengawasan

Korea Selatan telah mengembangkan alat untuk pelacakan kontak secara rinci bagi warga yang dinyatakan positif COVID-19. Di mana ketika seseorang dinyatakan positif, petugas kesehatan akan menelusuri kembali perjalanan pasien, mulai dari menemukan, menguji, dan isolasi kepada siapapun yang melakukan kontak dengan pasien.

Tidak hanya itu saja, Pemerintah Korea Selatan bahkan merevisi undang-undang yang berlaku demi jaminan sosial banyak orang. Di mana petugas akan melakukan pengecekan lewat rekaman kamera keamanan, catatan kartu kredit, ponsel, hingga data GPS mereka.

"Kami melakukan penyelidikan seperti detektif polisi. Kemudian kami memiliki undang-undang yang direvisi untuk memprioritaskan jaminan sosial daripada privasi individu saat krisis penyakit menular," kata Dr.Ki.

Beruntungnya, warga Korea Selatan mendukung penuh langkah tersebut tanpa merasa kehilangan hak privasi mereka sebagai warga. Mereka bekerja sama dengan baik dalam menekan angka kasus COVID-19. Selain itu, warga juga didukung oleh kecanggihan teknologi seperti pesan darurat melalui ponsel yang akan dikirimkan setiap ada kasus baru.

Nantinya pesan tersebut akan berisikan perjalanan pasien secara rinci, mulai dari jam demi jam, menit, jadwal perjalanan bus yang dinaiki, kapan dan di mana mereka naik dan turun. Selain itu, jika pesan tersebut telah diterima, warga diwajibkan untuk melapor kepada petugas terkait untuk dilakukan tes.

Bagi warga yang sudah diisolasi lalu melarikan diri atau keluar dari tempat isolasi, denda pun menghantui mereka. Besarnya denda yang akan dikenakan mencapai 2.500 dolar AS.

4. Masyarakat dan pemerintahnya kompak

Bentuk kerja sama paling penting dan nyata dilakukan Korea Selatan ialah kerja sama antar warga dan pemerintah dalam memerangi COVID-19. Di mana para warga secara sadar bisa menahan diri untuk tidak keluar rumah. Pembatasan kegiatan publik serta kemauan diri untuk melaporkan segala kejadian kepada pihak terkait.

Warga pun beramai-ramai turun tangan membantu pemerintah. Mulai menggunakan masker di publik, hingga menggunakan sarung tangan ketika bepergian.

Selain itu, para selebritas yang juga turun tangan membantu masyarakat kecil untuk menyetok masker dan kebutuhan lainnya. Selebritas Korea Selatan dengan kompak menyalurkan sejumlah bantuan.

Seluruh pihak di Korea Selatan bekerja sama dengan baik dan sangat kooperatif. Hal ini meringankan beban tenaga medis terhadap lonjakan kasus dan penambahan pasien darurat. Pemerintah Korea Selatan juga telah menjamin seluruh tenaga medis yang bertugas dan melawan COVID-19.

"Kepercayaan publik ini telah menghasilkan tingkat kesadaran kewarganegaraan yang sangat tinggi dan kerja sama sukarela yang memperkuat upaya pemerintah," ujar Lee Tae-ho, wakil menteri urusan luar negeri.

Langkah dari Pemerintah Korea Selatan ini pun patut dicontoh oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Seruan #dirumahaja yang dilakukan akan sangat membantu petugas medis di Indonesia agar tidak kewalahan menangani kasus COVID-19.

Tags : covid-19
Rekomendasi