Uji Coba Terapi Plasma untuk Pasien Korona

| 18 Apr 2020 15:14
Uji Coba Terapi Plasma untuk Pasien Korona
Ilustrasi (Pixabay)
Jakarta, era.id - Lembaga Biologi Molekuler Eijkman sedang meneliti sampel plasma darah dari pasien yang sudah sembuh dari virus korona baru. Lembaga Eijkman bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia untuk mengembangkan penelitian tersebut.

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Subandri mengatakan, plasma dalam pasien sembuh COVID-19 memiliki antibodi yang kuat melawan virus dalam tubuhnya. Nantinya, plasma tersebut akan didonorkan kepada pasien yang masih berjuang untuk sembuh, termasuk yang dalam kondisi berat. Metode ini disebut dengan terapi plasma.

"Kalau dia sudah sembuh, berarti kadar (antibodi)nya kan cukup tinggi. Nah itu yang kita coba untuk bisa diambil, kemudian setelah dipastikan semuanya aman, kadarnya cukup, maka kita akan berikan kepada pasien-pasien yang masih struggling," papar Amin dalam diskusi Perspektif Indonesia, Sabtu (18/4/2020).

Plasma yang diambil dari pasien sembuh terlebih dulu diuji di laboratorium Eijkman yang memiliki biosafety level (BSL3)3 yang berarti standar keamanan sangat tinggi. Kemudian antibodi dari plasma tersebut akan dihadapkan dengan virus korona pada sel hidup.

Nantinya sel hidup itu akan dibandingkan antara yang tanpa antibodi dan dengan antibodi. Selesai diuji, selanjutnya akan ada beberapa pemeriksaan untuk mencocokan dengan golongan darah pasien dengan donornya.

“Jadi kami memastikan kalau plasma yang diambil dari donornya aman, dan begitu juga dengan pasiennya,” katanya.

Menurut Amin, pasien sembuh bisa mendonorkan plasma minimal 2 atau 4 pekan sesudah dinyatakan negatif COVID-19. Plasma dari satu orang pendonor dengan kadar antibodi yang cukup bisa digunakan untuk mengobati 2-3 orang.

“Kalau kami dapat 300 cc plasma, kami bisa berikan ketika orang masing-masing 100 cc. Itu kalau kadar antibodinya cukup," kata Amin.

Oleh karenanya, Lembaga Eijkman membutuhkan kerja sama dengan PMI karena merupakan satu-satunya organisasi di Indonesia yang memiliki wewenang, keterampilan, dan memiliki jaringan dalam urusan pengambilan darah.

Amin menuturkan, PMI memiliki alat yang dapat memisahkan darah dan plasma, nantinya setiap darah dari pendonor, plasmanya akan langsung dipisahkan.

"Dari donor darah, plasmanya langsung dipisahkan dan sel darahnya dikembalikan ke pasien tersebut, sehingga bisa diambil sekitar 200-300 cc," ucapnya.

Amerika sudah melakukan metode terapi plasma terhadap pasien COVID-19 sejak bulan lalu. Sebuah rumah sakit di Houston, Texas, menjadi yang pertama di Amerika Serikat (AS) yang merawat pasien sakit parah akibat COVID-19 menggunakan plasma darah berasal dari pasien yang pulih. 

Sebenarnya, metode pengobatan terapi plasma, yang memberikan plasma antibodi dari pasien pulih untuk orang-orang yang masih melawan infeksi ini memang bukan hal baru. 

Seperti dilansir dari Quartz, sebuah koalisi peneliti yang berkembang di lebih dari 40 institusi di AS telah bergabung dengan Proyek Plasma Convalescent 19 National COVID-19. Proyek ini mengembangkan protokol yang dapat diikuti rumah sakit di Amerika untuk mengidentifikasi donor plasma dan memberikan perawatan. 

Tapi, seorang ahli fisiologi di Mayo Clinic yang membantu mengorganisir proyek, Michael Joyner, mengatakan masih terlalu dini untuk mengetahui seberapa efektif terapi ini.

Plasma darah merupakan bagian cair dari darah yang membawa sel darah, agen pembekuan darah, oksigen dan komponen kunci lainnya, termasuk antibodi.

Tags : obat korona
Rekomendasi