Nasib Kaum Difabel yang Sering Terlupakan Saat Pandemi COVID-19

| 17 May 2020 14:05
Nasib Kaum Difabel yang Sering Terlupakan Saat Pandemi COVID-19
Ilustrasi (Pixabay)
Jakarta, era.id - Pandemi global COVID-19 jelas merugikan banyak pihak, salah satunya bagi kaum difabel. Ketua Umum Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BK3S) Jawa Timur Pinky Saptandari mengatakan, sering kali pemerintah maupun masyarakat melupakan kelompok minoritas yang juga terdampak wabah virus korona.

"Sering kali orang melupakan ada yang paling terdampak selain kita. Kita semua susah, betul. Pengusaha susah, karyawan susah, tapi ada yang lebih susah daripada kita yaitu teman-teman disabilitas," ujar Pinky dalam sambungan daring dengan BNPB, Minggu (17/5/2020).

Pinky mengatakan, banyak kaum difabel yang selama ini bekerja di sektor informal, misalnya kelompok tunarungu yang kebanyakan berprofesi sebagai pemijat kini sudah dua bulan kehilangan mata pencahariannya. Atau beberapa kelompok difabel lainnya yang membuka jasa bengkel pun terpaksa harus meloakkan beberapa alatnya demi mendapatkan penghasilan.

Kesulitan kelompok difabel tak berhenti di kehilangan mata pencaharian saja, banyak pula dari mereka yang belum terdata oleh pemerintah untuk mendapatkan bantunan sosial.

"Pemerintah menurut data dari teman-teman kami yang di lapangan itu belum sampai. Dari pemerintah itu sekarang kabarnya baru pendataan," ujar Executive Director Yayasan Plan International Indonesia Dini Widiastuti di Graha BNPB, Minggu (17/5).

Karenanya, baik Pinky maupun Dini melalui lembaga organisasinya masing-masing mengupayakan jalan lainnya untuk membantu roda perekonomian para kelompok difabel. Misalnya BK3S membuat program beli dan bagi. Artinya, masyarakat bisa membantu produk rumahan buatan kelompok difabel lalu diberikan kepada orang lain yang membutuhkan.

Demikian juga Yayasan Plan International Indonesia juga menginisiasi pelatihan pembuatan masker untuk kemudian dijual kembali. Hal ini dilakukan, karena mereka menyadari tidak bisa menggantungkan sepenuhnya bantuan dari pemerintah.

"Beberapa dari mereka yang kemudian kami latih untuk membuat masker, jadi membantulah sedikit. Karena mereka belum dapat bantuan dari pemerintah, jadi mereka harus juga berdaya untuk bisa bangkit sendiri," papar Dini.

Selain bantuan ekonomi, Dini juga menyoroti tentang keterbatasan akses pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Menurutnya, belajar dari rumah secara daring bagi anak biasa saja sudah cukup sulit, apalagi bagi anak berkebutuhan khusus.

Karenanya, dia meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ikut memerhatikan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. "Jadi Kemendikbud itu juga gimana caranya supaya anak-anak itu tidak tertinggal, no one left behind kan katanya, termasuk juga untuk pendidikan," pungkasnya.

Rekomendasi