Hal ini disampaikan oleh Nofel Hasan sambil menangis saat menjalani sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Rabu, (7/2/2018). Namun, dalam kesempatan ini, Nofel menolak disebut ikut dalam pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh Bakamla.
"Selama penganggaran berlangsung anggarannya sudah direview oleh BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) secara profesional. Saya tidak pernah ikut pengadaan barang dan jasa," kata Nofel.
"Saya tidak menyimpang dari aturan. Saya juga tidak mau membantu membuka anggaran drone selama bertentangan dengan prosedur," sambungnya.
Dirinya pun mengaku menyesal telah menerima sejumlah uang dan menyebut telah melakukan pengembalian uang yang lantas diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia mengaku penerimaan uang tersebut atas perintah Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi yang telah divonis 4 tahun dan 3 bulan penjara.
"Saya mengaku dan menyesali penerimaan uang tersebut atas perintah Eko Susilo. Meski sempat saya tolak, saya takut dimarahi pimpinan," kata Nofel dalam persidangan.
"Uang tersebut ada bukti pengembaliannya?" tanya Hakim.
"Ada," jawab Nofel.
Sidang atas terdakwa Nofel Hasan akan kembali dilaksanakan pada dua minggu mendatang, Rabu, (21/2/2018). Nofel akan segera hadapi sidang tuntutan karena baik pihaknya maupun pihak Jaksa Penuntut Umum KPK tidak mengajukan saksi ad-charge.
Nofel Hasan didakwa bersama-sama Eko Susilo Hadi dan Bambang Udoyo menerima uang 104.500 USD dari perusahaan pemenang lelang pengadaan drone dan monitoring satelitte di Bakamla Tahun anggaran 2016. Pemberi tersebut adalah Fahmi Darmawansyah yang merupakan pemilik dan pengendali PT Merial Esa dan PT MTI.
Atas dugaan tersebut Nofel Hasan dijerat Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.