Dalam sidang tersebut, Jokowi kesal karena belum ada belum ada kemajuan signifikan dari kinerja jajarannya selama tiga bulan terakhir. Ia pun mengatakan bisa saja melakukan reshuffle atau membubarkan lembaga.
Monica Kumalasari, pakar bahasa tubuh dan mikroekspresi menganalisis bahasa tubuh Presiden. Kata dia, Jokowi bicara secara spontan tanpa teks selain mungkin catatan berisi poin-poin catatan pribadinya.
Monica menganalisis gestur Jokowi berdasarkan lima kanal, yakni raut wajah, bahasa tubuh, suara, gaya verbal dan konten. Dari ekspresi wajah yang bersifat universal, Monica menganalisis raut presiden sepanjang pembicaraan memperlihatkan banyak kesedihan yang terlihat dari gerakan alis dan bibirnya.
Emosi marah, kata Monica, sangat terlihat di awal meski presiden mencoba tetap tenang. Emosi itu terlihat dari bibir yang terlipat dan alis matanya.
Ekspresi itu jelas terlihat saat presiden mengatakan "ini sudah tiga bulan ke belakang dan bagaimana tiga bulan ke depan", "tidak ada progres secara signifikan" juga "ini saya pertaruhkan reputasi politik saya".
"Di awal-awal ini Pak Jokowi juga banyak mengatakan bahwa 'kita memiliki perasaan yang sama', itu lebih dari empat kali dikatakan seperti itu. Saya menganalisa bahwa ini cara beliau mengatakan 'Hei kenapa para menteri ini tidak berempati'."
Monica juga melihat ada ekspresi merendahkan yang sejalan dengan frase "kita harus memiliki perasaan yang sama" yang diucapkan berulang-ulang. Presiden terlihat geram karena para menteri tidak memiliki empati yang sama.
Dari bahasa tubuh, Jokowi menekankan apa yang ia katakan lewat gerakan. Ada gerakan-gerakan menunjuk dan menekan untuk menggarisbawahi apa yang ia ucapkan.
"Ada punctuation, seperti 'saya menggarisbawahi', saya juga melihat bahasa tubuhnya ada seperti memukul podium, walau tidak secara harafiah memukul, tapi ada gerakan tangan yang sampai kayak gemetar, yang mendukung kata-kata yang dikatakan oleh beliau."
Dalam hal suara, ada suara yang lebih rendah dan pelan, menunjukkan rasa kesedihan dan tidak yakin. Juga ada pitch suara yang meninggi seperti sudah berteriak yang menunjukkan kemarahan memuncak.
Sedangkan dari sisi gaya verbal, Jokowi banyak mengulang kata "krisis", "267 juta rakyat", "biasa-biasa saja" dan "extraordinary".
"Dalam kata ini menunjukkan analisa bahwa ini kondisinya tidak biasa tapi 'kenapa Anda semua para menteri menganggap ini suasananya normal dan biasa saja'."
Sementara dari sisi konten keseluruhan, ada jeda sepuluh hari dari pelaksanaan sidang hingga diunggahnya video yang mengatakan Jokowi mungkin akan melakukan reshuffle atau membubarkan lembaga, di mana departemen yang banyak disinggung adalah kesehatan serta ekonomi.
"Saya menganalisa bahwa dalam waktu sepuluh hari, kemudian baru dirilis, analisa saya adalah bahwa benar bahwa beliau akan melakukan hal ini," katanya.
"Dan kemarin minggu sore sudah dinyatakan, jadi konten secara keseluruhan adalah ini adalah pengantar bahwa beliau akan mengeluarkan kebiakan-kebijakan yang baru atau melakukan reshuffle maupun membubarkan lembaga," kata dia.
Deputi Bidang Protokol, Pers dan Media Sekretariat Presiden RI Bey Triadi Machmudin saat dikonfirmasi, Minggu (28/6), mengatakan awalnya Sidang Kabinet Paripurna tersebut bersifat intern.
"Namun setelah kami pelajari pernyataan Presiden, banyak hal yang baik, dan bagus untuk diketahui publik, sehingga kami meminta izin kepada Bapak Presiden untuk mempublikasikannya. Makanya baru di-publish hari ini," kata Bey.