Kota Surakarta telah memulai pergerakan perekonomian di berbagai sektor sehingga perlu adanya strategi untuk memastikan masyarakat mengikuti protokol kesehatan. Ir. Ahyani M.A, selaku Sekda Kota Surakarta mengungkapkan serangkaian tindakan menghadapi adaptasi kebiasaan baru telah disiapkan secara ketat.
Mulai dari kebijakan supervisi bagi tempat-tempat umum, sampai keterlibatan beberapa elemen masyarakat setempat sehingga mampu membuat angka risiko tinggi penularan menjadi risiko sedang.
Pengawasan secara ketat juga merupakan salah satu hal penting dalam transisi menuju adaptasi kebiasaan baru.
“Nanti pemerintah kota akan menugaskan untuk casting supervisi yang terdiri dari unsur-unsur TNI, Polri, kesehatan dan ketertiban untuk melakukan supervisi pada tempat-tempat tersebut,” ucap Ahyani, ketika berdialog secara daring dalam ‘Sapa Daerah: Adaptasi Kebiasaan Baru bukan Pelonggaran Protokol Kesehatan’, di Media Center Gugus Tugas pada Selasa (30/6).
Sementara itu dengan mulai dibukanya 9 sektor ekonomi, Provinsi Sumatera Utara memilih strategi untuk menghadapi masa transisi ini dengan menyusun draf konsep yang dirumuskan secara bersama-sama dengan 33 Kabupaten/Kota yang tersebar di wilayahnya.
Menurut keterangan dr. Aris Yudhariansyah, MM, selaku Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Sumatera Utara, langkah ini dilakukan atas pertimbangan kearifan lokal dan budaya masyarakat Sumatera Utara yang masing-masing Kabupaten/Kota-nya berbeda.
Draft Konsep adaptasi kebiasaan baru dengan merujuk kepada kearifan lokal budaya daerah Sumatera Utara ini rencananya akan mulai pada 1 Juli 2020. Draft ini telah disampaikan kepada seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Utara dan diharapkan masukan dari Kabupaten Kota akan menjadi konsep new normal di Provinsi Sumatera Utara.
“Kita berharap dari masukan-masukan Kabupaten/Kota yang ada di Sumut inilah yang akan kita rangkum menjadi draf konsep new normal,” kata Aris.
Di kesempatan yang sama Imam Prasodjo, Pakar Sosiolog Universitas Indonesia, menyebutkan bahwa dalam rangka mendorong perubahan perilaku masyarakat menuju adaptasi kebiasaan baru memang tidak mudah. Setidaknya, strategi awal yang harus dilakukan adalah dengan menyusun protokol kesehatan berdasarkan tingkat risiko penularan. Hal ini bertujuan agar protokol kesehatan tersebut dapat bersifat responsif dan memenuhi kebutuhan yang ada masing-masing target sasaran masyarakat.
“Tugas pemerintah di daerah itu menentukan mana area-area yang sangat rentan, area kerumunan mana, kan harus memilih, tidak mungkin seluruh masyarakat anda awasi,” ucap Imam melalui dialog daring yang dilakukan.
Selain itu, protokol kesehatan yang telah disusun harus diikuti oleh cara sosialisasi yang tepat. Menurutnya, pemilihan bahasa serta pihak penyampai informasi harus disesuaikan dengan target masyarakat yang ingin dituju.
“Justru yang menurut saya jauh lebih efektif, bisa jadi kita harus memilih juru bicara yang ada di kerumunan itu, siapa yang dianggap menjadi acuan dan mungkin saja tidak hanya satu orang,” tutup Imam.