Gelagat Novanto Serupa Nazaruddin
 Gelagat Novanto Serupa Nazaruddin

Gelagat Novanto Serupa Nazaruddin

By Nanda Febrianto | 09 Feb 2018 15:00
Jakarta, era.id - Persidangan pokok perkara korupsi pengadaan e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto kerap diwarnai drama. Belum lama ini muncul buku hitam yang kerap dibawa mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut ke dalam persidangan.

Buku itu terlihat di atas pangkuan Novanto dalam persidangannya pada Senin (5/2) lalu. Ada lembaran yang tersingkap bertuliskan 'Justice Collaborator'. Di dalam buku itu tertulis juga 'Nasaruddin' (Muhammad Nazaruddin -red) dengan garis ke bawah menuju tulisan 500.000 dolar AS. Selain itu ada juga tulisan 'Ketua Fraksi' atau 'Ibas'. 

Menurut kuasa hukum Novanto, Firman Wijaya, buku hitam itu berisi struktur kasus e-KTP. Tulisan itu juga yang membuat Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meradang. Pasalnya, nama putra SBY yang menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono, atau karib disapa Ibas tertera di buku.

Selain itu, kemarahan SBY juga terkait kuasa hukum Firman Wijaya yang dianggap mengonfrontasi saksi persidangan terdakwa Setya Novanto, Mirwan Amir, Kamis (25/1). Sehingga Mirwan menyebutkan kasus e-KTP pada awalnya bermasalah namun SBY tetap melanjutkannya.

SBY kemudian membantah pernah menerima laporan proyek e-KTP bermasalah dari Mirwan. SBY menilai, ada rekayasa dalam sidang kasus e-KTP untuk menggiring opini dia menjadi dalang kasus korupsi ini.

Buku catatan Setya Novanto (Tasya/era.id)?

Tiru Nazaruddin?

Upaya menyeret nama-nama lain ke dalam kasus hukum Novanto serupa dengan tindakan terdakwa korupsi Wisma Atlet tahun 2011 dan beberapa proyek di PT Duta Graha Indah, Muhammad Nazaruddin. Misalnya, Nazaruddin menyebut keterlibatan mantan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum dalam kasus korupsi Wisma Atlet. Nazaruddin mengaku telah menyampaikan keterlibatan Anas kepada penyidik KPK. 

Tak hanya membidik Anas, Nazar juga menjelaskan keterlibatan bekas kolega-koleganya yang ada di Partai Demokrat kepada penyidik KPK. Saat itu, dia merinci peran mantan Anggota Komisi X DPR RI Angelina Sondakh dan mantan pimpinan Banggar DPR Mirwan Amir. Serta mengenai aliran dana yang masuk ke dua anggota mantan DPR tersebut. 

Nazaruddin juga pernah menyebut Ganjar menerima uang 500.000 dolar AS dalam kasus korupsi megaproyek e-KTP. Nazaruddin mengaku melihat Ganjar menerima suap dari proyek yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun tersebut. Toh dalam dakwaan Setya Novanto, tidak ada nama Ganjar Pranowo, dan di dalam dakwaan itu juga, Novanto ditulis meminta Ganjar jangan keras mengkritisi proyek e-KTP.

Setelah semua celotehannya itu, Nazaruddin menjadi justice collaborator dan mendapat remisi 28 bulan dari total hukuman 13 tahun penjara. Kini, Nazaruddin di ambang pintu bebas bersyarat karena diusulkan menjalani asimilasi di pondok pesantren di Bandung, Jawa Barat.

Buku hitam

Sejak membuat heboh, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menganggap buku hitam yang kerap dibawa Novanto adalah buku biasa. Juru Bicara KPK Febri Diansyah ketika dikonfirmasi menyatakan tidak ada yang istimewa dalam urutan nama di buku hitam tersebut.

Menurut Febri, bila memang mantan Ketua DPR itu punya informasi atau keterangan, silakan disampaikan pada penyidik atau hakim. Musababnya, hingga saat ini belum ada nama baru yang disinggung Setya Novanto dalam proses penyidikan korupsi e-KTP.

Adapun Novanto sudah mengajukan permohonan menjadi justice collaborator. Namun KPK belum menjawabnya karena harus mempertimbangkan sejumlah hal, di antaranya harus memenuhi syarat mengakui perbuatannya, bukan pelaku utama, dan dapat memberikan keterangan seluas-luasnya terkait perkara yang sedang ditangani.

 

Rekomendasi
Tutup