Gugatan ini diajukan Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Rachmawati
Sukarnoputri dan enam pemohon lainnya. MA menilai PKPU tersebut bertentangan dengan Pasal
416 ayat (1) UU Pemilu. Pasal tersebut mengatur soal pasangan calon (paslon) terpilih
memperoleh suara lebih dari 50 persen pada pilpres dan 20 persen di tiap provinsi pada
setengah jumlah provinsi (20:50).
MA menilai PKPU tersebut melebihi aturan dalam UU Pemilu. PKPU itu juga tak mencerminkan
asas keseimbangan, keselarasan, dan keserasian.
Merespon hal ini, Ketua DPP Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan keputusan tersebut
tidak berpengaruh pada hasil Pemilihan Presiden 2019. "Putusan MA tersebut memang ada, tapi
sama sekali tidak berpengaruh dengan hasil Pilpres 2019," ujar Habiburokhman melalui
keterangan tertulisnya, Rabu (8/7/2020).
Habiburokhman menjelaskan, dalam Pasal 6A UUD 1945 dan UU Pemilu diatur Pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara
dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di
lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil
Presiden. Aturan dalam UUD 1945 itu diturunkan ke UU Pemilu.
Lalu ada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019 yang memuat ketentuan syarat pasangan
calon terpilih jika memiliki 20 persen suara pada lebih dari 50 persen jumlah provinsi
(20:50). Kemudian pada Pasal 3 ayat (1) PKPU 5/2019 diatur soal KPU menetapkan Pasangan
Calon yang memperoleh suara terbanyak sebagai Pasangan Calon terpilih.
"Dengan dihapuskannya ketentuan Pasal 3 ayat (7) PKPU 5/2019 maka pengaturan hasil Pilpres
dua paslon kembali ke konsep 20:50 sebagaimana diatur di UUD 1945, UU Pemilu dan Pasal 3
ayat (1) PKPU Nomor 5 Tahun 2019," paparnya.
Karenanya, kata juru bicara Partai Gerindra harus ada pengecekan hasil Pilpres apakah sudah
terpenuhi syarat 20:50 itu. Secara nasional, lanjutnya, Jokowi-Ma’ruf menang dengan 55,50
persen berbanding dengan Prabowo-Sandi yang memperoleh 44,50 persen. Lebih detail Jokowi
menang di 21 Provinsi dan Prabowo-Sandi unggul di 13 Provinsi.
"Sebagaimana diatur Pasal 3 ayat (1) PKPU Nomor 5 Tahun 2019, UUD 1945 dan UU Pemilu juga
terpenuhi. Jadi jelas tidak ada relevansi Putusan MA Nomor 44 P/HUM/2019 dengan batalnya
hasil Pilpres," kata dia.
Habiburokhman yang juga merupakan tim kuasa hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam sengketa Pilpres 2019 menjelaskan, tidak ada relevansi Putusan MA Nomor 44 P/HUM/2019 itu dengan batalnya hasil pilpres. Gugatan atas PKPU Nomor 5 Tahun 2019 itu hanyalah pada salah satu klausul mengenai frasa persyaratan saja.
Dia curiga ada berbagai pihak yang sengaja menyebarkan wacana pembatalan hasil Pilpres
untuk mengalihkan perhatian publik dari kasus-kasus lain yang lebih besar.
"Saya curiga ada pihak-pihak yang secara sistematis sengaja menyebarkan narasi batalnya
hasil Pilpres dengan Putusan MA dengan tujuan memecah konsentrasi rakyat. Rakyat dipasok
info palsu tersebut agar persoalan-persoalan besar luput dari perhatian," tandasnya.
Terkait hal ini, Anggota KPU, Hasyim Asy'ari mengatakan putusan MA terhadap PKPU tak
berlaku surut. Sehingga tak berpengaruh terhadap hal peristiwa hukum yang telah
dilaksanakan.
"Karena putusan MA tersebut adalah pengujian norma PKPU, tidak dapat diberlakukansurut
terhadap peristiwa hukum yang telah dilaksanakan," kata Hasyim dikutip dari Antaranews,
Rabu (8/7/2020).