KPAI Ungkap Cara WNA Menjerat 305 Anak Korban Ekspoitasi Seksual

| 12 Jul 2020 14:05
KPAI Ungkap Cara WNA Menjerat 305 Anak Korban Ekspoitasi Seksual
Ilustrasi kekerasan seksual anak (Unsplash/@art_maltsev)
Jakarta, era.id -  Kasus Eksploitasi Seks Komersial Anak (ESKA) pada anak dan remaja yang dilakukan warga Perancis sejak tahun 2015 diungkap Polda Metrojaya. Atas terbongkarnya kasus tersebut, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), mendorong pengembangan kasusnya agar hukum segera ditegakkan dan korban-korban ditemukan dan mendapat perlindungan.

Komisioner bidang TPPO dan Eksploitasi KPAI, Ai Maryati Solihah mengatakan, sangat prihatin dengan peristiwa tersebut dimana korban sangat banyak dan pelaku menggunakan modus yang sangat dekat degan anak-anak.

KPAI sudah berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya dan Mabes Polri, Kemensos RI, KPPPA, P2TP2A DKI Jakarta dan LPSK untuk memastikan perlindungan anak dan menemukan anak-anak tersebut berada, agar setiap anak mendapatkan perlindungan. Saat ini sudah teridentifikasi 17 anak dari ratusan anak tersebut untuk kemudian mendapat hak perlindungan.

Berdasarkan hasil penyelidikan, terungkap pelaku eksploitas berhasil menjerat anak melalui cara child sex groomer, istilah pendekatan secara emosional dan bujuk rayu untuk mengajak anak lebih dekat dan kemudian melakukan tindakan eksploitasi seksual.

"Anak ditawari untuk jadi foto model, kemudian diajak ke hotel, didandanin supaya terlihat menarik dan berakhir hingga persetubuhan. Semua aktivitas seksual ditemukan tersimpan dalam dokumentasi elektronik, berupa hasil foto dan rekaman video. Anak diberikan sejumlah uang kisaran Rp 250.000-1.000.000, untuk melayani tindakan bejatnya," ungkap Ai Maryati dalam keterangan resmi yang diterima era.id.

Sementara ini, profiling anak korban adalah mereka yang kurang mendapat perhatian dari keluarga dan orangtua, dan diantaranya anak-anak yang sering berkumpul di jalanan saat ditemui oleh pelaku, sehingga kerentanan anak tersebut dimanfaatkan pelaku untuk membujuk dan mendekati dengan iming-iming uang.

"Korban membutuhkan pendampingan baik selama proses hukum ini berlangsung dan perlindungan khusus ke depan sehingga konseling dan bimbingan psikologis dibutuhkan kepada korban dan keluarga. Selanjutnya, KPAI mendorong perlindungan korban dan para saksi dalam situasi rentan tersebut dalam perlindungan LPSK untuk memsatikan perlindungan dan pemenuhan hak restitusi korban," tegasnya.

Rekomendasi